Kejaksaan Agung (Kejagung) menetapkan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Mendikbud Ristek) RI, Nadiem Anwar Makarim sebagai tersangka kasus korupsi Chromebook. Kejagung menetapkan status Nadiem Makarim sebagai tersangka dalam kasus korupsi Chromebook Kemendikud periode 2019-2022 setelah ia menjalani pemeriksaan selama 6 jam.
Sebelumnya Nadiem sudah pernah diperiksa oleh Kejagung sebanyak 2 kali, namun ia masih ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus korupsi tersebut. Nadiem menjadi tersangka ke-5 yang ditetapkan oleh Kejagung dalam perkara ini, setelah anak buahnya yang membantunya dalam memuluskan masuknya Chromebook.
Berdasarkan pernyataan resmi yang telah dipublikasi oleh Kejagung, Nadiem Karim diduga menjadi pihak yang memberikan arahan kepada 4 tersangka lain. Selain itu, ia sudah tidak diperbolehkan melakukan perjalanan ke luar negeri sejak 19 Juni 2025, agar ia tidak melarikan diri.
Nadiem menyatakan bahwa ia akan selalu memenuhi panggilan dari Kejagung sebagai warga negara yang taat terhadap proses hukum yang berlaku. Namun Kejagung menilai penjelasan yang disampaikan oleh Nadiem masih belum sepenuhnya memenuhi kebutuhan yang diperlukan Kejagung dalam menjalankan proses penyelidikan.
Alasan Nadiem jadi Tersangka
Nama Nadeiem Makarim masuk sebagai salah satu tersangka yang ditetapkan oleh Kejagung sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi pengadaan Chromebook. Kasus tersebut bermula dari pengadaan program digitalisasi pendidikan periode 2019-2022 di era pemerintahan Presiden Joko Widodo, dengan memasukkan laptop Chromebook.
Direktur Penyidikan (Dirdik) Jampidsus Kejagung, Nurcahyo Jungkung Madyo menjelaskan peran Nadiem untuk melancarkan masuknya Chromebook dari Google ke sistem pendidikan. Nadiem diperkirakan telah melakukan pertemuan dengan pihak Google Indonesia sejak Februari 2020 untuk membicarakan rencana adopsi Chromebook ke sistem pendidikan.
Kesepakatan untuk menggunakan Chrome OS dan Chrome Device Management (CDM) sebagai proyek pengadaan alat TIK tercapai setelah melakukan beberapa pertemuan. Setelah mencapai kesepakatan dengan Google Indonesia, Nadiem melakukan rapat tertutup bersama dengan jajarannya melalui Zoom Meeting pada 6 Mei 2020.
Nadiem saat itu mengarahkan jajarannya untuk mewajibkan penggunaan Chromebook ke dalam sistem pendidikan, meski program pengadaan alat TIK belum mulai. Nadiem ditetapkan sebagai tersangka karena meloloskan penggunaan Chromebook dari Google yang sebelumnya tidak pernah disetujui oleh Eks Mendikbudristek, Muhadjir Effendy.
Kerugian Negara
Setelah menetapkan Nadiem sebagai tersangka dalam pengadaan laptop Chromebook kedalam sistem pendidikan, Kejagung membeberkan total kerugian yang dialami oleh negara. Selama periode 2019-2022, total kerugian negara yang disebabkan oleh kegiatan pengadaan laptop Chromebook ini diperkirakan mencapai Rp 1,98 triliun lebih.
Hal tersebut disampaikan langsung oleh Nurcahyo ketika melakukan konferensi pers di Gedung Jampidsus Kejagung, Jakarta, pada Kamis (4/9/2025). Nurcahyo menjelaskan bahwa saat ini tim penyifik Jampidsus sedang melakukan perhitungan untuk mengetahui jumlah pasti dari kerugian yang dialami negara.
Untuk memudahkan proses perhitungan, Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) turut membantu Kejagung menghitung jumlah pasti kerugian yang dialami negara. Apabila perhitungannya sudah selesai dilakukan, Kejagung memastikan akan mempublikasikan jumlah pasti kerugian yang dialami oleh negara selama program tersebut berjalan.
Keuntungan Nadiem Karim
Selain akan menghitung jumlah kerugian yang dialami oleh negara, Kejagung juga akan menghitung total keuntungan yang di dapatkan oleh Nadiem. Hingga saat ini Kejagung masih belum memberikan informasi terkait jumlah keuntungan yang diperoleh Nadiem setelah melancarkan proses adopsi laptop Chromebook.
Kapuspenkum Kejagung, Anang Supriatna menegaskan, Kejagung akan melakukan upaya semaksimal mungkin untuk membongkar jumlah keuntungan yang telah didapatkan oleh Nadiem. Kejagung bersama dengan lembaga keuangan telah melakukan pemeriksaan terkait aliran dana yang diterima oleh Nadiem setelah meloloskan izin penggunaan Chromebook ke sistem pendidikan.
Tanggapan Mahfud MD
Menanggapi kasus yang ditangani oleh Kejagung dengan melibatkan nama Nadiem Karim, Mantan Menko Polhukam, Mahfud MD, menjelaskan ada kesalahan sepela dalam kasus tersebut. Berdasarkan analisis hukumnya yang tajam, Mahfud berhasil menemukan adanya celah hukum yang berpotensi menjadi kesalahan fatal bagi Kejagung dalam menjalankan proses hukum.
Melalui akun media sosialnya, Mahfud menjelaskan bahwa Kejagung melakukan kesalahan dalam penyebutan jabatan Nadiem, dan hal tersebut bisa ia manfaatkan untuk lolos dari hukuman. Ketika mengumumkan Nadiem sebagai tersangka, Direktur Penyidikan (Dirdik) Jampidsus Kejagung, Nurcahyo Jungkung Madyo, menyebutkan jabatan Nadiem pada bulan Februari 2020 sebagai Mendikbudristek.
Bagi orang awam, kesalahan tersebut memang tidak penting, namun ia menegaskan, dalam kacamata hukum hal tersebut bisa menjadi celah fatal. Hal tersebut dikarenakan jabatan Mendikbudristek baru digunakan sejak April 2021, sedangkan kasus yang menjerat nama Nadiem terjadi pada Februari 2020.
Saat itu jabatan yang ada hanya Mendikbud, sehingga kesalahan penyebutan jabatan tersebut nantinya bisa dimanfaatkan oleh pengacara Nadiem untuk meloloskannya. Oleh karena itu, Mahfud MD mengingatkan jajaran Kejagung untuk lebih berhati-hati, agar pihak Nadiem tidak bisa mengeksepsi subjek hukum Kejagung.
Baca Juga: Anak 13 Tahun di Cabuli 12 Pria di Malaka Secara Bergilir