Amerika Serikat dilanda oleh gelombang dari ribuan warga yang turun kejalanan untuk melakukan aksi unjuk rasa dalam menolak kebijakan Trump. Aksi unjuk rasa yang dinamai Hands Off tersebut sudah digelar sejak akhir pekan di berbagai wilayah Amerika Serikat, termasuk juga ibu kota Washington DC.
Aksi yang direncanakan oleh puluhan koalisi kelompok progresif AS, termasuk Women MArch dan Move On, bertemakan kampanye dengan berbagai tuntutan. Massa menilai kebijakan Trump adalah perebutan yang paling terang-terangan dalam sejarah modern yang dipimpin oleh Donald Trump dan Elon Musk.
Karena sudah menerapkan berbagai kebijakan agresif, seperti efisiensi pemerintahan hingga kebijakan tarif yang banyak menekan negara-negara sekutu, Trump mendapatkan kecaman. Pendemo juga diramaikan oleh para pendukung Partai Demokrat yang ikut kecewa, dikarenakan melihat partai mereka yang tidak berdaya menghadapi Trump.
Banyak pihak mengaku cemas melihat kebijakan Trump yang sangat agresif dan bisa merusak institusi demokrasi yang sudah menjadi fondasi AS. Aksi ini merupakan aksi unjuk rasa terbesar yang pernah dihadapi Trump, setelah ia kembali menjabat sebagai Presiden Amerika Serikat (AS).
Banjiri Jalan Besar AS
Puluhan ribu warga membanjiri jalan-jalan di kota besar Amerika Serikat untuk menyuarakan protes terhadap sejumlah kebijakan Presiden AS, Donald Trump. Aksi demo yang terjadi pada Minggu 6/4/2025 ini, merupakan aksi demonstrasi terbesar sejak ia kembali ke Gedung Putih.
Kantor berita internasional Agence France Presse (AFP), memberitakan tentang para penentang kebijakan presiden dari Partai Republik dengan melakukan unjuk rasa. Warga menentang kebijakan Trump mulai dari pemangkasan jumlah staff pemerintah, pengikisan kebebasan sipil, hingga tarif ekonomi tinggi yang menganggu perekonomian global.
Aksi unjuk rasa ini sudah dilakukan sejak 5/4/2025 di sejumlah wilayah seperti Washington, Florida, Houston, New York, Los Angeles dan Colorado. Di Washington, ribuan demonstran datang dari seluruh bagian Amerika Serikat untuk berkumpul di National Mall, membahas aksi demo menolak Trump.
Seorang pemandu bernama Diane Kolifrath menyebutkan, aksi ini adalah gabungan ratusan orang yang datang menggunakan bus/van dari New Hampshire. Ia menegaskan, sekutu yang terbentuk ini untuk memprotes pemerintahan yang keterlaluan karena menyebabkan kehancuran di dalam pemerintahan dan bagi masyarakat.
Mengancam Demokrasi Amerika
Aksi unjuk rasa yang dilakukan oleh puluhan ribu warga Amerika ini juga dihadiri oleh sejumlah anggota Kongres dari Partai Demokrat. Demonstran membawa berbagai poster dan spanduk yang berisi tentang kecaman terhadap kebijakan Trump dan peran Elon Musk yang dianggap mengancam demokrasi AS.
Mereka menilai Trump bersama dengan Elon sudah menutup lembaga pemerintah serta bertanggung jawab atas berkurangnya layanan publik di Amerika Serikat. Keduanya juga dianggap telah ikut campur terlalu jauh dalam proses demokrasi melalui dana kampanye, serta keterlibatan tidak resmi di pemerintahan.
Aksi ini merupakan bagian dari aksi 1000 protes serupa yang akan berlangsung di berbagai kota, di seluruh Amerika Serikat (AS). Para demonstran menyerukan akan pentingnya perlawanan yang dilakukan rakyat untuk menghadapi ancaman yang bisa merusak otoritarisme dan pemerintahan dari dalam.
Seorang tokoh senior Demokrat di Komite Kehakiman, Jamie Raskin mengatakan, kelompok yang pro Trump berusaha untuk menghancurkan demokrasi dengan menggulingkan fondasi demokrasi. Protes ini bertujuan untuk memicu keberanian anggota kongres dan rakyat biasa, untuk melakukan perlawanan berkelanjutan dan bukan hanya aksi sekali.
Upaya Pemakzulan Trump
Anggota Kongres Partai Demokrat, Al Green berencana untuk mengajukan pasal pemakzulan untuk Presiden AS, Donald Trump dalam waktu 30 hari. “Saya memberitahu Anda, Tuan Presiden, saya akan mengajukan pasal-pasal pemakzulan terhadap Anda dalam 30 hari mendatang,” ungkap Green.
Rencana pemakzulan ini akan menjadi yang kedua kalinya diajukan oleh Green di tahun 2025, ia bertekad mengajukannya pada Mei 2025. Green menegaskan, rencana tersebut muncul setelah Trump menerapkan tarif impor yang sangat tinggi ke negara-negara lain yang merupakan sekutu AS.
Green menilai Trump tidak layak untuk mendapatkan jabatan eksekutif sebagai pemimpin dari negara Amerika Serikat dan membutuhkan senat untuk menghukumnya. Rencana untuk mengajukan Pemakzulan Trump sudah disampaikan oleh Green sejak 5 Februari, setelah Trump menyarankan AS untuk mengambil alih Gaza.
Ketidakadilan di Gaza merupakan sebuah ancaman nyata di Amerika Serikat, ungkap Green di Gedung Putih terkait rencana pemakzulan Donald Trump. Green yang mewakili Texas saat itu sempat dikecam oleh Partai Demokrat AS, karena ia berdiri dan berteriak sebagai bentuk protes.
Pemakzulan Pertama Trump
Trump pernah dimakzulkan oleh DPR AS sebanyak dua kali selama empat tahun masa jabatannya sebagai Presiden AS pada periode 2017-2021. Pemakzulan Trump pada tahun 2019 dipicu oleh penyelidikan Partai Demokrat atas dugaan menekan Presiden Ukraina, Volodymyr Zelenskyy untuk mendapatkan Informasi lawan politiknya.
Dua tahun setelahnya, pada 6 Januari 2021, ia dimakzulkan kembali atas tuduhan menghasut pemberontakan di Gedung Capitol, Amerika Serikat. Dalam kedua upaya pemakzulan tersebut, anggota parlemen senat AS akhirnya membebaskan Trump dari segala tuduhan yang dilayangkan kepadanya.
Baca Juga: Hampir 2 Tahun Dubes Indonesia di Amerika Serikat Kosong