dewanpers tidak setuju dengan Perpol 32025

Tengah beredar kabar di media sosial, bahwa jurnalis asing yang ingin meliput di Indonesia wajib memiliki Surat Keterangan Kepolisian (SKK). Isu ini merujuk pada Peraturan Kepolisian (Perpol) nomor 3 tahun 2025, mengenai pengawasan fungsional terhadap orang Asing yang berkunjung ke Indonesia.

Salah satu pasal didalam Perpol tersebut mengatur penerbitan SKK, bagi orang asing yang ingin melakukan kegiatan jurnalistik di lokasi tertentu. Peraturan tersebut dinilai bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi yaitu Undang-Undang no 40 tahun 1999 yang mengatur tentang kebijakan pers.

Penerbitan SKK seperti yang dimaksud akan diterbitkan berdasarkan permintaan penjamin, pihak kepolisian juga tidak akan memungut biaya apapun untuk menerbitkan SKK. Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo menegaskan, SKK tidak wajib bagi jurnalis asing yang tidak melanggar peraturan di beberapa wilayah tertentu.

Peraturan untuk menerbitkan Surat Keterangan Polisi (SKK) bertujuan untuk memberikan perlindungan bagi jurnalis asing yang sedang bertugas/meliput di Indonesia. Aturan yang dituangkan dalam Perpol nomor 3 tahun 2025 untuk mewajibkan SKK bagi jurnalis asing menuai kritik, karena dianggap mengancam kebebasan pers.

Ketidakpuasan Dewan Pers

Ketua Dewan Pers, Ninik Rahayu menyesalkan penerbitan Peraturan Kepolisian (Perpol) Nomor 3 Tahun 2025, karena mewajibkan jurnalis asing untuk mendapatkan SKK. “Sebab, dalam salah satu klausula yang diatur dalam Perpol 3/2025 mengenai pengalaman kerja pers dan ketentuan perundang-undangan,” ungkap Ninik.

Ninik menjelaskan, Perpol 3/2025 tidak sejalan dengan peraturan yang lebih tinggi, yaitu Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang pers. Selain itu, Perpol yang  mengatur jurnalis asing untuk mendapatkan SKK tidak berkaitan dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang penyiaran.

Peraturan ini secara gamblang bertentangan dikarenakan mengatur kerja yang meliputi 6M, mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyiarkan berita. “Fungsi dari pengawasan merupakan kewenangan dari Dewan Pers, termasuk untuk Jurnalis Asing, tertulis dalam UU 32/2002,” jelas Ninik.

Isi Perpol 3/2025

Peraturan Kepolisian (Perpol) 3/2025 yang mengatur jurnalis asing disahkan oleh Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo, pada 10 Maret 2025. Dalam pasal 5 ayat (1) b Perpol ,berisi tentang penerbitan SKK terhadap orang asing yang melakukan kegiatan jurnalistik di Indonesia.

Dalam pasal 4 Perpol 3/2025 juga menjelaskan, pengawasan fungsional kepolisian akan meliputi pengawasan administratif dan juga pengawasan operasional. “Pengawasan administratif sebagaimana dimaksudkan pada pasal 4 huruf a dilaksanakan melalui permintaan keterangan kepada pihak yang menyediakan tempat kepada orang asing”.

Penerbitan surat keterangan kepolisian (SKK) bagi orang asing yang akan melakukan jurnalistik atau penelitian di beberapa lokasi tertentu di Indonesia. Dalam pasal 5 ayat (2) Perpol 3/2025 menjelaskan, lokasi tertentu yang telah ditetapkan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Isi pasal 9 ayat (1) perpol 3/2025, mengatur bahwa untuk menerbitkan SKK untuk orang Asing harus memenuhi dua persyaratan terlebih dahulu. “Surat permohonan akan memuat data/identitas dokumen perjalanan serta jenis kegiatan dan izin kegiatan jurnalistik berdasarkan Peraturan Perundang-undangan,” bunyi pasal ayat (1) Perpol 3/2025.

Bantahan Kapolri

Sigit meneken Perpol Jurnalis Asing

Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo membantah, jika polisi menyebutkan jurnalis asing wajib untuk mendapatkan SKK agar bisa meliput di Indonesia. Awalnya Sigit menjelaskan tentang dasar dari penerbitan Perpol No 3 Tahun 2025, mengenai pengawasan fungsional pihak kepolisian kepada pihak asing.

Ia menyebutkan, penerbitan Perpol 3/2025 ini adalah sebagai tindak lanjut dari revisi Undang-Undang (UU) Keimigrasian Nomor 63 Tahun 2024. Agar memberikan pelayanan dan perlindungan keamanan bagi warga negara asing (WNA); seperti jurnalis yang sedang bertugas di wilayah rawan konflik.

“Perpol ini diteken dengan perlandaskan upaya preemptif dan preventif kepolisian dalam melayani WNA dengan melakukan koordinasi bersama instansi terkait,” jelasnya. Terkait dengan isu yang menyebutkan jurnalis asing wajib mendapatkan surat keterangan polisi (SKK), Sigit merasa ia perlu menjelaskan kesalahpahaman.

Sigit menjelaskan, penerbitan surat keterangan kepolisian seperti yang sudah tercantum dalam Pasal 5 (1) huruf b menyebutkan, SKK akan diterbitkan berdasarkan permintaan penjamin. Dengan begitu, Sigit menegaskan, SKK tidak wajib bagi WNA seperti jurnalis asing yang ingin meliput di Indonesia apabila sesuai aturan.

Jurnalis Asing Bebas Meliput

Terkait pemberitaan tentang kewajiban SKK bagi jurnalis asing yang bertugas di Indonesia, Mabes Polri menegaskan ada disinformasi selama pemberitaan. Kepala Divisi Humas Polri, Irjen Pol Sandi Nugroho menegaskan, tanpa permintaan penjamin, SKK tidak bisa dikeluarkan.

SKK tidak wajib bagi jurnalis asing, jurnalis asing tetap bisa meliput di Indonesia tanpa SKK, selama menaati peraturan Perundang-undangan. Sandi menyebutkan, dengan adanya kata “wajib” dalam pemberitaan, menurutnya tidak tepat, karena dalam perpol tidak ada ketentuan SKK itu wajib.

Sandi menjelaskan, SKK bisa diberikan jika ada pihak penjamin yang mengajukannya, sebelum jurnalis asing ke wilayah rawan konflik. “Yang bersangkutan dengan Polri mengajukan permintaan penerbitan SKK adalah penjamin, bukan WNA itu sendiri,” jelas Sandi.

Baca Juga: Indonesia Mengirimkan Bantuan Kepada Korban Gempa Myanmar