Setelah masa jabatan Rosan Roeslani selesai pada tahun 2023, posisi Duta Besar (Dubes) Indonesia untuk Amerika Serikat (AS) ternyata kosong. Sampai saat ini, Presiden Indonesia sebelumnya Joko Widodo atau Presiden saat ini Prabowo Subianto masih belum menunjuk pengganti Dubes Indonesia untuk AS.
Kekosongan kursi Dubes RI di Washington DC ramai dibahas setelah kebijakan tarif AS diumumkan oleh Presiden Amerika Serikat, Donald Trump. Kondisi ini memicu banyak pertanyaan media tentang kejelasan hubungan diplomatik antara Indonesia dengan Amerika Serikat, karena peran Dubes yang penting.
Dengan tidak adanya Dubes RI untuk AS, Indonesia tidak memiliki pihak yang bisa menyikapi isu perdagangan internasional yang tidak stabil. Rosan Roeslani yang sebelumnya menjabat sebagai Dubes RI untuk AS, ditarik kedalam kabinet Presiden Jokowi menjadi Wakil Menteri (Wamen) BUMN.
Karena hubungan perdagangan antara Indonesia dengan AS yang sedang menegang, setelah Presiden AS, Donald Trump menerapkan tarif khusus barang-barang Impor. Dalam mengantisipasi hubungan antarnegara yang tidak pasti, pemerintah Indonesia diminta untuk segera menunjuk Dubes untuk mewakili Indonesia di Amerika Serikat.
Hak Prerogatif Presiden
Juru Bicara (Jubir) Kementerian Luar Negeri (Kemenlu), Rolliansyah Soemirat menanggapi isu terkait kosongnya kursi Dubes RI di AS hampir 2 tahun. Ia menegaskan, penunjukan Duta Besar luar negeri merupakan hak prerogatif yang dimiliki oleh Presiden Prabowo Subianto dalam jajaran kabinetnya.
Ia juga menilai, dengan tidak terisi nya pos Duta Besar Indonesia untuk urusan luar negeri itu bukanlah hal yang aneh. Hal tersebut dikarenakan mekanisme Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) setempat tetap akan berjalan normal, dibawah pimpinan Kuasa Usaha Ad Interim (KUAI).
Sebenarnya, jika pos Dubes masih kosong tidaklah aneh, karena mekanismenya tetap berjalan, kantor KBRI atau KJRI akan dipimpin KUAI. Rosan tidak menduduki posisi Duta Besar RI-AS kembali, karena ia ditunjuk sebagai Wamen BUMN oleh Presiden Indonesia sebelumnya Joko Widodo.
Data Kemenlu
Dikutip dari laman resmi kementerian Luar Negeri (Kemenlu), setidaknya Indonesia telah memiliki 21 nama yang pernah menjabat sebagai Dubes AS. Posisi Dubes ditempatkan di KBRI yang berada di Washington DC, Amerika Serikat untuk menjaga stabilitas kerja sama antara Indonesia dengan AS.
Dalam periode pemerintahan Presiden pertama Indonesia, Ir. Soekarno, Indonesia memiliki setidaknya lima nama yang menduduki posisi penting tersebut di AS. Kelima nama yang pernah menjabat diera Soekarno adalah Ali Sastromidjojo, Suwito Kusumowidagdo, Zairin Zain, Lambretus Nicodemus Palar dan Moekarto Widigdo.
Kemudian, pada era pemerintahan Presiden Soeharto, Indonesia memiliki 9 nama yang pernah mengisi jabatan di KBRI, Washington DC, Amerika Serikat. Nama-nama tersebut seperti Soedjatmoko, Hasnan A, Syarief Thayeb, Ashari Danudirjo, Roesmin Noerjadin, Habib, Abdul Rahman Ramly, Dorodjatun Kuntjoro-Jakti, dan Soesilo Soedarman.
Pada masa Presiden Megawati 1 nama yaitu Soemadi Brotodiningrat, kemudian pada masa Presiden SBY 3 nama yaitu Sudjadnan Parnohadiningrat, Budi Bowoleksono dan Patti Djalal. Terakhir, pada masa Presiden Joko Widodo (Jokowi), terdapat 3 nama Dubes RI-AS yaitu Mahendra Siregar, Muhammad Lutfi, dan Rosan Roeslani.
Langkah Pemerintah
Terkait dengan hubungan dagang Indonesia dengan Amerika Serikat yang sedang dalam dilema setelah Presiden AS, Donald Trump menetapkan tarif sebesar 32% terhadap Indonesia. Pemberlakuan tarif ini dikhususkan untuk barang-barang impor dari Indonesia yang memasuki Amerika, menanggapi ini, Pemerintah Indonesia diminta menunjuk Duta Besar.
Hingga kini, tugas untuk mewakilkan pemerintah Indonesia untuk AS dilakukan oleh KUAI atau yang disebut juga dengan chargé d’affaires. Orang yang menduduki posisi tersebut adalah Ida Bagus Made Bimantara, ia merupakan seorang diplomat yang sebelumnya menjabat sebagai Wakil Dubes.
Stelah Trump mengumumkan pemberlakuan kenaikan tarif untuk Indonesia, Lembaga Riset Ekonomi (INDEF), meminta Presiden Prabowo untuk segera menunjuk Dubes pengganti. Hampir dua tahun Indonesia tidak memiliki wakil pemerintah di Washington, padahal AS adalah mitra dagang terbesar nomor 2 untuk Indonesia.
“Ini bukan masalah kelalaian pemerintah saja, ini sudah masuk ke rana pengabaian terhadap hubungan kedua negara,” ungkap Peneliti INDEF, Andry. Andry menilai bahwa keberadaan Dubes di Washington seharusnya dapat memperkuat hubungan politik antara Indonesia dengan AS sebelum pengumuman kenaikan tarif.
Indonesia Tidak Boleh Diam
Beberapa pengamat mengharapkan agar pemerintah segera mengambil tindakan untuk menunjukkan ketegasan Indonesia di tengah tekanan politik ekonomi global. Indonesia dinilai bisa menunjukkan diri sebagai negara besar yang tidak akan tinggal diam apabila menghadapi tekanan secara ekonomi.
Indonesia harus berani untuk hadir dan berbicara dalam memperjuangkan kepentingan nasional di jantung kekuatan dunia saat ini. Didalam dunia diplomasi, kehadiran wakil pemerintah sangat berpengaruh; dan saat ini Indonesia telah kehilangan senjata terpenting dalam menghadapi perang dagang.
Oleh karena itu, pemerintah perlu menunjuk orang yang memiliki rekam jejak panjang di bidang perdagangan dan investasi untuk menjadi Dubes RI-AS. Selain itu, Indonesia juga perlu untuk menata ulang strategi dari dalam negeri dan bukannya hanya melakukan negosiasi dengan Amerika Serikat.
Baca Juga: Jurnalis Asing Wajib Memiliki Surat Keterangan saat Meliput