Ilustrasi Indonesai Airlines

Indonesia akan kedatangan maskapai baru yang siap mengudara di RI, yang bernama Indonesia Airlines dan dikhususkan untuk rute penerbangan internasional. Maskapai Indonesia Airlines dipimpin oleh Calypte Holding Pte. Ltd, sebuah perusahaan yang mengembangkan energi dan pertanian yang berpusat di Singapura.

Meskipun berkantor pusat di Singapura, perusahaan Calypte Holding akan dipimpin secara langsung oleh seorang pengusaha asal Aceh, yang bernama Iskandar. Diperusahaan ini, ia menjabat sebagai Chief Executive Officer (CEO) dari Indonesia Airlines, dan Executive Chairman Calypte Holding Pte. Ltd.

Iskandar menjelaskan, pihaknya secara bangga mempersembahkan maskapai penerbangan komersial khusus rute internasional dengan layanan premium menggunakan nama Indonesia Airlines (INA). Dari berbagai informasi yang beredar, Indonesia Airlines akan berbasis di Bandara Soekarno-Hatta, Tanggerang, Banten, dengan menjalankan 20 armada secara bertahap.

Kehadiran Indonesia Airlines dilangit RI mendapatkan berbagai respon publik, terutama karena pemilihan nama maskapai yang digunakan sangat mencerminkan identitas Indonesia. Namun beberapa pengamat mempertanyakan legalitasnya, mengingat perusahaan induk dari maskapai Indonesia Airlines berbasis di Singapura, tetapi tetap beroperasi di Indonesia.

Profil CEO Indonesia Airlines

CEO Indonesia Airlines

Indonesia Airlines yang merupakan anak perusahaan dari Calypte Holding Pte. Ltd., akan dipimpin oleh seorang pengusaha asal Indonesia bernama Iskandar. Iskandar dipercayakan untuk mengemban jabatan sebagai Chief Executive Officer (CEO) dari Indonesia Airlines, dan Executive Chairman Calypte Holding Pte. Ltd.v

Iskandar lahir di Bireuen, Aceh, pada 7 April 1983, ia juga sempat menempuh jalur pendidikan di Univesitas Syiah Kuala (USK). Ia memulai karier profesional untuk pertama kalinya dengan bekerja di Badan Rehabilitasi dan Rekontruksi (BRR) Aceh Nias Pasca Tsunami.

Lalu pada tahun 2006, ia sempat bergabung dengan Perusahaan Listrik Negara (PLN), saat itu ia bekerja di sektor energi hingga 2009. Setelah itu, ia mencoba untuk masuk kedunia perbankan dan asuransi, dimana akhirnya ia membuka jalan untuk masuk ke dunia bisnis.

Setelah keluar dari dunia perbankan, ia memutuskan untuk mengembangkan proyek energi dengan menggandeng banyak investor dari berbagai negara untuk bergabung. Ia juga menjadi sosok di balik munculnya maskapai Indonesia Airlines, yang berlatar belakang sebagai bankir dan pengusaha energi dari Aceh..

Mengenal Indonesia Airlines

Maskapai penerbangan baru bernama Indonesia Airlines (INA) siap bersaing dengan maskapai penerbangan lain di langit Indonesia dengan menawarkan pelayanan premium. INA akan berbasis di Bandara Soekarno-Hatta, Tanggerang, Banten, dan merupakan anak perusahaan Calypte Holding Pte. Ltd, yang berkantor pusat di Singapura.

Kehadiran INA diketahui oleh publik dengan peluncuran resminya pada 7 Maret 2025, dan akan berfokus ke rute penerbangan Internasional dengan pelayanan premium. INA ingin mengapai segmen pasar yang menginginkan pengalaman penerbangan yang mewah, dan menggabungkan kemewahan pesawat jet pribadi, serta kenyamanan penerbangan.

Untuk awal peresmiannya, Indonesia Airlines akan terdiri dari 20 pesawat, dengan 10 pesawat kecil, dan 10 pesawat lainnya akan berbadan lebar. Strategi yang digunakan INA menunjukkan ambisi kuat INA dalam bersaing dengan maskapai lain, untuk menjadi pemain utama di Rute Penerbangan Internasional Premium.

Saat ini sudah ada 3 jenis pesawat yang akan menjadi bagian dari INA yaitu Airbus A321neo atau A321LR, Airbus A350-900, dan Boeing 787-9. Perusahaan ini bertujuan untuk menarik hati para pelancong kelas atas yang ingin bepergian keluar negeri dengan merasakan standar pelayanan premium.

Visi Misi Maskapai

Untuk mencapai ambisi agar menjadi salah satu maskapai penerbangan internasional terbaik di Indonesia, INA sudah menyiapkan tim yang sangat berpengalaman. Untuk membuktikan hal tersebut, posisi Direktur Operasional INA, merupakan orang Singapura yang sudah berpengalaman 40 tahun dan pilot pertama yang menerbangkan Airbus A380.

Jabatan Direktur Komersial akan diisi oleh seorang yang bekerja selama lebih dari 21 tahun di banyak maskapai besar seperti Emirates. Kemudian jabatan Departemen Operasi Penerbangan akan dipimpin oleh seorang pilot terbaik di Indonesia, yang saat ini bekerja di maskapai asing.

Posisi Direktur Produk dan Layanan diduduki oleh seorang inspiratif Brunei Darussalam yang sudah bekerja di Royal Brunei selama 25 tahun. Untuk memastikan layanan kabin terbaik, Iskandar sudah merekrut Manajer Awak Kabin dari British Airways yang merupakan bagian dari Komite Korporasi Pramugari Eropa (EBAA).

INA juga memiliki misi untuk mendefinisi ulang perjalanan menggunakan layanan premium, dimana keselamatan dan kenyamanan para penumpang menjadi prioritas utama. Menurut Iskandar, mobilitas dari penduduk di kawasan Asia Pasifik akan menjadikan INA sebagai bisnis yang menjanjikan dengan dukungan para profesional.

Pandangan Pengamat Penerbangan

Kemunculan maskapai baru dalam pasar penerbangan di RI mendapatkan perhatian khusus dari pengamat penerbangan Alvin Lie, ia mempertanyakan legalitas operasionalnya. Hal tersebut ia sampaikan, mengingat perusahaan ini berbadan hukum di Singapura, namun berencana untuk beroperasi di langit Indonesia.

Dari pandangan Alvin, hal ini bertentangan dengan regulasi yang ada dalam peraturan dari UU No 1 tahun 2009 mengenai penerbangan. Perencanaan maskapai ini juga bertentangan dengan Peraturan Presiden No 44 Tahun 2016, mengenai bidang usaha tertutup dan terbuka dalam penanaman modal.

Ia menyebutkan, perusahaan maskapai penerbangan yang ingin bermarkas di Indonesia harus mempunyai badan hukum yang jelas di dalam negeri. Selain itu Alvin juga mengungkapkan, hingga saat ini INA masih belum mengajukan permohonan izin usaha penerbangan atau Air Operator Certificate (AOC), kepada Kementerian Perhubungan.

Ia juga menyebutkan modal dasar yang dimiliki oleh maskapai tersebut hanya sebesar USD 20.000, dan dianggapnya sangat tidak mencukupi. “Paid Up Capitalnya hanya USD 20.000 saja?, modal segitu cuma bisa beli 1 ban A320 saja, bagi saya sangat aneh.”

Baca Juga: Kebakaran di Kantor Komdigi Menuai Banyak Pertanyaan