pray for sumut

Sumut ditetapkan Status Tanggap Bencana oleh pemerintah daerah usai sejumlah wilayah diguncang banjir besar. Hujan yang terus turun dalam beberapa hari membuat sungai tidak mampu menampung volume air yang besar.

Akibatnya tidak hanya banjir, tetapi lereng perbukitan lereng runtuh, permukiman warga terendam serta akses jalan dan internet terputus. Puluhan ribu orang mengungsi, karena rumah tidak lagi aman ditempati. Situasi yang begitu serius ini membuat pemerintah daerah menetapkan Sumut sebagai status tanggap bencana.

Bencana melanda beberapa wilayah, termasuk Sibolga, Tapanuli Tengah, Utara, dan Selatan. Sejumlah daerah lain juga mengalami banjir lokal, pohon tumbang, hingga longsor. Aktivitas ekonomi menjadi tersendat, terutama jalur distribusi pangan dan logistik yang rusak akibat tertimbun material.

Penyebab Utama: Kombinasi Cuaca Ekstrem dan Krisis Lingkungan

banjir di sumut

Banjir kerap terjadi dibeberapa wilayah dan menjadi fenomena yang lazim, terutama saat memasuki musim hujan. Namun dampak kerusakan akibat bencana alam ini diluar perkiraan. Penyebab utamanya adalah Siklon Tropis KOTO yang berkembang di Laut Sulu dan Bibit Siklon 95B yang terpantau di Selat Malaka.

Kombinasi dari kedua sistem cuaca tersebut telah mempengaruhi peningkatan curah hujan yang ekstrem dan angin kencang. Sebelumnya BMKG telah mengeluarkan peringatan dini terkait potensi cuaca ekstrem, termasuk risiko banjir bandang dan longsor di wilayah yang memiliki tebing curam.

Namun akar masalahnya tidak hanya ada pada faktor cuaca. Perubahan fungsi lahan, pembukaan kawasan hutan, serta pengawasan tata ruang yang lemah membuat daya serap tanah menjadi berkurang. Ketika saat hujan lebat terjadi, air tidak terserap dan langsung mengalir deras menuju pemukiman.

Sedangkan di wilayah perbukitan, tanah kehilangan kekuatan mengikat sehingga rentan longsor. Kondisi seperti inilah yang membuat banjir di Sumut semakin parah dan cepat meluas. Lalu seperti apa upaya pemerintah daerah dalam menghadapi bencana ini?.

Bobby Nasution: Sumut Status Darurat Bencana 14 Hari

Gubernur Sumatera Utara, Bobby Nasution menetapkan Status Darurat Bencana 14 hari setelah banjir dan longsor menerjang lebih dari 10 kabupaten dan kota. Penetapan Status Tanggap Bencana banjir, longsor, dan gempa bumi di Sumut dimulai dari 27 November hingga 10 Desember 2025.

Keputusan ini dikeluarkan bukan tanpa alasan, sebab kerusakan yang terjadi semakin meluas, mulai dari akses jalan yang lumpuh, banyak permukiman warga terendam, hingga jatuhnya korban jiwa. Dengan ditetapkan Status Darurat, pemerintah daerah bisa menggunakan sumber daya yang ada dengan cepat dan fleksibel. Untuk upaya penanganan akan lebih difokuskan pada:

  • Pelayanan
  • Pencarian korban jiwa
  • Pertolongan dan Evakuasi warga terdampak
  • Serta membuka akses jalan yang terputus agar bantuan pangan dan logistik bisa cepat tersalurkan

Selain itu, Pemprov Sumut juga telah berkordinasi dengan BNPD RI untuk penyaluran dana siap pakai kepada kabupaten atau kota terdampak. Berdasarkan paparan dari Pemprov Sumut setidaknya ada 10 kabupaten/kota yang terdampak bencana Hidrometeorologi terparah yaitu Tapanuli Tengah, Utara, Sibolga, Mandailing Natal, Nias Selatan, Padangsidimpuan, Humbang Hasundutan, Pakpak Bharat, dan Langkat.

Kini pemerintah provinsi bergerak cepat dengan mengerahkan BPBD, TNI, Polri, Basarnas dan relawa ke lokasi-lokasi prioritas. Kerjasama yang solid ini membuat proses evakuasi, penyaluran bantuan logistik menjadi lebih cepat dan efisien.

Update Banjir dan Longsor di Sumut

Banjir dan longsor kali ini memberi pukulan besar bagi masyarakat. Korban jiwa dilaporkan di beberapa daerah, sementara tim SAR masih melakukan pencarian di lokasi yang sulit dijangkau. Rumah rusak, perabot hanyut, dan kendaraan tertutup lumpur menjadi pemandangan umum di permukiman yang terdampak paling parah.

Dari data Polda Sumatera Utara dan BPBD (Badan Penanggulangan Bencana Daerah) setidaknya 37 orang meninggal dunia di wilayah Sumatera Utara dengan rincian:

  • Kabupaten Tapanuli Selatan dengan jumlah korban jiwa terbanyak yakni mencapai 17 orang
  • Sibolga 8 orang
  • Kabupaten Tapanuli Tengah 4 orang
  • Humbang Hasundutan 4 orang
  • Pakpak Bharat 2 orang
  • Nias Selatan 1 orang
  • Padangsidimpuan 1 orang

Data diatas masih bersifat sementara, mengingat beberapa wilayah belum dapat melaporkan kondisinya secara menyeluruh, mengingat akses internet dan infrastruktur terputus. Selain data orang yang meninggal dunia, masih ada 52 warga masih dalam pencarian.

Meski medan yang begitu ekstrem, tim penyelamat tetap berupaya semaksimal mungkin agar korban hilang bisa segera ditemukan. Mereka terus mencari siang dan malam tanpa mengenal kata lelah. Di sisi lain, 1.168 warga terpaksa mengungsi ke tempat yang lebih aman, karena dikhawatirkan adanya banjir susulan.

Kesimpulan: 

Banjir dan longsor di Sumatera Utara bukan hanya peristiwa tahunan, tetapi sinyal bahwa kerentanan wilayah semakin meningkat. Cuaca ekstrem mungkin tidak bisa dicegah, tetapi dampaknya bisa diminimalkan jika tata kelola lingkungan diperbaiki.

Pemerintah, masyarakat, dan pelaku usaha punya tanggung jawab bersama agar Sumatera Utara tidak terus-menerus berada dalam lingkaran bencana. Mari kita belajar merawat lingkungan sekitar dengan tidak membuang sampah ke sungai dan selokan.

Baca Juga : Kecelakaan Maut Beruntun di Tol Cipali Tewaskan 5 Orang