Kasus korupsi PT Pertamina yang baru-baru ini terbongkar masuk kedalam skala mega korupsi, karena kerugian yang dialami negara sangat besar. Kasus pengoplosan Pertalite menjadi Pertamax ini, diketahui merugikan negara hampir 1 kuadriliun Rupiah karena tidak terkuak dalam waktu yang lama.
Kepala Pusat Penegakan Hukum (Kapuspenkum), Kejaksaan Agung (Kejagung), Harli Sirega membocorkan awal mula kasus korupsi tata kelola minyak mentah terungkap. Dari keterangan tersebut terungkap siapa dalang yang pertama kali membongkar kasus mega korupsi di perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
Beberapa nama petinggi di PT Pertamina Patra Niaga, juga terseret menjadi tersangka dalam kasus mega korupsi yang dilakukan selama 5 tahun. Hingga saat ini sudah ada 9 orang tersangka yang ditetapkan oleh Kejaksaan Agung, dari yang sebelumnya hanya berjumlah 7 orang.
Karena kasus korupsi yang sudah dilakukan dari tahun 2018-2023, Kejagung membuka peluang untuk melakukan pemeriksan kepada Basuki Tjahaja Purnama (Ahok). Pemeriksaan dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dapat dilakukan, karena Ahok pernah menjabat sebagai Komisaris Utama (Komut) PT Pertamina pada periode 2019-2024.
Estimasi Kerugian
Kejaksaan Agung (Kejagung) mengestimasi total kerugian yang dialami oleh negara, karena kasus korupsi yang terjadi di Pertamina dari pengoplosan Pertalite. Sebelumnya disebutkan kerugian yang dialami sebesar Rp 193,7 triliun, namun Kejagung memperkirakan kerugian akibat kasus mega korupsi ini mencapai 1 kuadriliun.
Kepala Pusat Penegakan Hukum (Kaspuspenkum) Kejagung, Harli Siregar menyebutkan untuk kerugian Rp 193,7 triliun itu hanya hitungan di tahun 2023. Harli juga menjelaskan, dalam rentang waktu terjadinya tindak pidana korupsi (Tipikor) pemblendingan minyak mentah di tahun 2018-2023, masih belum dihitung.
Bahkan ia menyebutkan, untuk taksiran kerugian negara pada tahun 2023 karena kasus korupsi pada PT Pertamina itu masih hitungan sementara. Harli menjelaskan, jika hitungan kasar dengan perkiraan sementara jika kerugian setiap tahun 193,7 triliun, maka total kerugian mencapai 968,5 triliun.
Untuk saat ini, pihaknya sedang berfokus untuk melakukan perhitungan kerugian negara di tahun 2018-2023, terkait dengan kasus mega korupsi ini. Harli juga mengatakan tim penyidik Kejagung akan turut membantu ahli dalam melakukan perhitungan estimasi kerugian yang dialami oleh negara.
Awal Kasus Terbongkar
Harli Sirega (HS) membocorkan awal mula terungkapnya kasus korupsi dalam tata kelola minyak mentah di PT Pertamina sejak tahun 2018-2023. Ia mengungkapkan siapa sebenarnya sosok yang pertama kali berhasil mengungkap kasus mega korupsi di dalam perusahaan BUMN ini.
Temuan awal dari kasus korupsi ini berdasarkan laporan terkait keluhan masyarakat di beberapa daerah, soal kualitas Bahan Bakar Minyak (BBM). Sosok yang pertama kali membongkar kasus mega korupsi ini merupakan para warga di Papua dan Palembang, dengan menyebutkan kualitas Pertamax yang jelek.
Dengan adanya laporan yang mengatakan jeleknya kualitas BBM Pertamax, Harli menyebutkan pihaknya segera melakukan pengamatan lanjutan, sampai melakukan pengumpulan data. Harli membeberkan, keluhan dari masyarakat yang berbanding lurus dengan ditemukannya kenaikan subsidi Pertamax yang besar dan dirasa tidak perlu diberikan.
Namun Pertamina menepis tudingan yang menyebutkan, Pertamax telah dioplos dengan BBM berjenis Pertalite dan sudah banyak berdar di media sosial. VP Corporate Communication Pertamina, Fadjar Djoko Santoso menegaskan, pertamax yang diedarkan ke pasar sudah melewati penelitian dan pengujian ketat Lemigas.
Siapa Dalang Pengoplos Pertalite
Direktur Penyidikan pada Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung, Abdul Qohar mengungkap peran para petinggi Pertamina. Maya Kusmaya selaku Direktur Pemasaran Pusat dan Niaga PT Pertamina Patra Niaga, sudah ditetapkan menjadi tersangka dalam kasus mega korupsi Pertamina.
Sebagai salah satu petinggi di PT Pertamina Patra Niaga, Maya Kusmaya diduga menjadi dalang yang memerintahkan pengoplosan Pertalite menjadi Pertamax. “Tersangka MK memberikan persetujuan kepada EC untuk memblending produk kilang berjenis RON 88 (Premium) dengan RON 90 (Pertalite), menjadi Ron 92 (Pertamax),” ucap Abdul.
Abdul Qohar menyebutkan, Maya ditetapkan sebagai tersangka bersamaan dengan Edward Corne (EC) selaku VP Trading Operations PT Pertamina Patra Niaga. Dugaan terhadap kedua tersangka semakin menguat, setelah keduanya tidak menghadiri panggilan pemeriksaan sebagai saksi di kantor Kejagung, Jakarta, Rabu (26/2/2025).
Meskipun keduanya tidak menghadiri pemanggilan, tim penyidik mengambil langkah lanjutan, dengan menjemput secara paksa maya Kusmaya dan Edward Corne.”Hingga pukul 14:00 WIB yang bersangkutan tidak hadir, jadi kami terpaksa untuk menjemput yang bersangkutan di kantornya,” ungkap Qohar.
Peluang Pemanggilan Ahok
Tekait dengan kasus mega korupsi tata kelola minyak dan produksi kilang tahun 2018-2023, Kejagung menyebutkan tidak menutup peluang pemanggilan Ahok. Sebagai Mantan Komisaris Utama PT Pertamina periode 2019-2024, Ahok berpeluang untuk menjalani pemeriksaan terkait kasus dugaan korupsi dijajaran PT Pertamina.
Abdul Qohar menegaskan, timnya akan segera melakukan pemeriksaan kepada seluruh pihak yang diduga kuat terlibat dalam kasus tipikor di Pertamina. “Siapapun itu yang terlibat dalam kasus ini, baik melalui saksi maupun dokumen atau bukti lain, pasti kita panggil,” ucap Qohar.
Baca Juga: Dirut Pertamina Riva Siahaan Menjadi Tersangka Kasus Korupsi