TikTok sebagai salah satu platform digital terpopuler didunia kini tengah menghadapi tekanan dari pemerintah As. Di mana presiden Joe Biden menandatangani UU yang mengharuskan Bytedance untuk menjual semua aset yang dimilikinya kepada pemerintah AS. Jika tidak menyetujui aturan ini, pemerintah As akan mengambil langkah tegas yakni sanksi pemblokiran. Aturan ini tidak hanya merugikan perusahaan asal China, tetapi juga masyarakat AS terutama yang berprofesi sebagai konten kreator. Apakah kabar pemblokiran tersebut sudah resmi diterapkan?, atau masih dalam tahap peninjauan?. Untuk lebih jelasnya mari kita diskusikan bersama pada pembahasan artikel ini.
Alasan Pemblokiran TikTok Oleh Pemerintah AS
Sejak pertama kali di rilis, aplikasi TikTok telah menjadi fenomena global yang menarik perhatian publik. Namun dibalik kesuksesannya yang begitu besar, ternyata timbul sejumlah kekhawatiran bagi beberapa pihak terkait masalah keamanan nasional. Salah satu negara yang memperhatikan isu ini adalah Amerika Serikat, yang memang memiliki hubungan bilateral kurang baik dengan pemerintah China.
Pemerintah AS, Joe Biden memberi tenggak waktu kepada pihak ByteDance sampai tanggal 19 Januari 2025 untuk mengambil sebuah keputusan yang berat. Perusahaan asal China tersebut harus menyerahkan semua asetnya di AS atau jika tidak aplikasi TikTok akan diblokir secara permanen dari negeri Paman Sam. Situasi ini menimbulkan pertanyaan besar bagi banyak pihak yang penasaran terhadap alasan pemblokiran tersebut.
Berpotensi Mengancam Keamanan Nasional
Salah satu alasan pemerintah Amerika menjatuhkan sanski pemblokiran terhadap platform digial TikTok adalah terkait isu keamanan. Seperti yang sudah kita bahas sebelumnya, jika hubungan antara As dan China memang kurang baik, apalagi kedua negara tersebut sering terlibat perang dingin. Terlebih ByteDance merupakan perusahaan induk TikTok yang berbasis di negara China.
Situasi ini membuat pemerintah dan petinggi AS khawatir jika data-data pengguna di negaranya bisa jatuh ke tangan pemerintah China. Hal ini mungkin saja terjadi, mengingat China memiliki kewajiban yang mengharuskan setiap perusahaan di negaranya untuk menjalin kerjasama dengan pemerintah dalam pengumpulan data jika sewaktu-waktu diperlukan.
Kekhawatiran terkait penyalahgunaan data pribadi pengguna menjadi salah satu alasan pemerintah AS mengambil langkah tegas ini. Tujuan dari pemblokiran ini hanya untuk melindungi keamanan nasional di tengah meningkatnya ketegangan antara Amerika Serikat dan China. Meski sebelumnya, pihak ByteDance telah membantah tuduhan ini, namun tampaknya kekhawatiran tersebut tetap ada.
Fitur Live Streaming yang Mengkhawatirkan
Selain masalah keamanan, TikTok juga dituduh telah mendorong perilaku seksual hingga mengeksploitasi anak-anak di bawah umur. Tuduhan ini disampaikan dalam bentuk dokumen yang diajukan oleh pihak negara Utah, Amerika Serikat pada hari Senin, 6 Januari 2025 menyusul isu pelarangan Tiktok Di As. Di mana Jaksa Agung negara bagian tersebut, Sean Reyes, menyampaikan bahwa fitur streaming TikTok Live telah menciptakan sebuah fenomena yang sangat mengerikan.
Di mana terdapat “klub malam virtual” yang menghubungkan para korban dengan mayoritas anak-anak dibawah umur kepada para predator dewasa. Namun yang menjadi pertanyaan besar adalah mengapa anak-anak di bawah umur yang belum memenuhi syarat batas usia minimum dapat mengakses fitur tersebut?. Bukankah mereka sengaja dieksploitasi untuk melakukan tindakan seksual seperti berpose telanjang oleh orang dewasa untuk mendapatkan imbalan hadiah virtual?.
Tidak sampai disitu, laporan tersebut juga menuduh fitur live TikTok sering dipakai para penjahat untuk melakukan tindak pidana seperti mencuci uang, mendanai terorisme, hingga menjual narkoba. Namun yang lebih buruknya lagi, TikTok sengaja membiarkan semua kejahatan tersebut terjadi karena mendapat keuntungan yang cukup signifikan dari penonton.
Dampak Potensial yang Di Timbulkan Dari Fenomena Ini
Tidak dapat dipungkiri, jika kabar pemblokiran aplikasi TikTok benar-benar dilakukan maka dampak yang ditimbulkan cukup signifikan. Bahkan tidak sedikit masyarakat Amerika Serikat yang mulai gusar dengan berita ini, khususnya mereka yang berprofesi sebagai konten kreator. Karena sebagian besar pendapatan mereka berasal dari konten-konten yang dibagikan di platform TikTok.
Tidak hanya itu, para konten kreator juga akan kehilangan platform yang digunakan untuk mengekpresikan diri atau menjangkau audiens mereka. Selain itu, ribuan karyawan yang bekerja di kantor TikTok AS akan kehilangan pekerjaan mereka akibat aturan pemblokiran tersebut. Situasi ini akan meningkatkan angka pengangguran di negeri Paman Sam.
Di sisi lain para pengusaha kecil yang memanfaatkan platform TikTok dalam memasarkan produknya juga akan terkena imbasnya. Di mana para pelaku usaha tidak bisa lagi mengenalkan produk mereka kepada dunia luar akibat hilangnya platform digital ini. Jadi tidak heran jika banyak warga Amerika yang mengajukan protes terhadap pemerintah atas kebijakan ini.
Tanggapan Pihak ByteDance atas Larangan Pemerintah AS
ByteDance, perusahaan induk TikTok, tentu tidak tinggal diam menghadapi ancaman pemblokiran ini. Mereka telah mengajukan sejumlah langkah untuk meyakinkan pemerintah AS bahwa TikTok adalah aplikasi yang aman digunakan dan tidak berbahaya bagi keamanan nasional. ByteDance berulang kali menegaskan bahwa mereka mematuhi peraturan yang berlaku di setiap negara tempat mereka beroperasi, termasuk di AS.
Mereka juga membantah semua tuduhan yang dilayangkan berbagai pihak termasuk, hakim Coral Sanchez. ByteDance menyebut kutipan yang disampaikan oleh pengadilan setempat hanya berdasarkan dokumen lama yang telah keluar kompleks, sehingga cenderung menyesatkan. Langkah selanjutnya, pihak Bytedance akan mengajukan gugatan hukum ke pihak Mahkamah Agung As untuk melakukan banding.
Menurutnya kebijakan ini telah merampas kebebasan berbicara yang tertuang dalam Amandemen Pertama Konstitusi AS. Peninjauan terhadap kasus ini akan di gelar oleh Mahkamah Agung As pada tanggal 10 Januari 2025, yang menjadi penentu apakah platform tersebut dapat kembali beroperasi atau tidak.
Kesimpulan
Pemblokiran TikTok di AS bukanlah masalah kecil, karena Ini bukan hanya tentang kehilangan akses ke aplikasi yang populer, tetapi juga bisa berpengaruh besar kehidupan banyak orang yang bergantung. Mulai dari para karyawan TikTok hingga konten kreator yang mencari nafkah lewat video pendek, semua pihak akan merasakan dampaknya. TikTok akan terus berusaha untuk menjaga keberadaannya di AS, namun apakah mereka bisa meredakan kekhawatiran pemerintah AS dan menghindari pemblokiran?. Mari kita tunggu keputusan dari pihak Mahkamah Agung pada tanggal 10 Januari 2025.
Baca Juga : Wabah Virus HMPV Melonjak Di China, Benarkah Mirip Covid-19?