Pernyataan Wakil Ketua DPR RI mengenai pergantian rumah dinas anggota DPR menjadi tunjangan sebesar 50 juta perbulan menjadi sorotan masyarakat. Banyak pihak yang tidak setuju atas keputusan tersebut, karena dianggap membuang-buang anggaran negara. Terlebih jika kita berkaca pada kondisi sekarang, banyak masyarakat yang mengalami kesulitan finansial dan tidak mempunyai hunian yang layak. Bukankah ini terkesan seperti mementingkan keuntungan pribadi dibandingkan kesejahteraan rakyatnya?. Lalu bagaimana fakta sebenarnya dibalik keputusan ini?, mari kita bahas lebih jauh mengenai masalah.
Rencana Tunjangan Perumahan Untuk Anggota DPR
Baru-baru ini DPR mengeluarkan keputusan baru, di mana anggota DPR terpilih untuk periode 2024-2029 tidak lagi mendapat fasilitas rumah jabatan. Sebagai gantinya mereka akan menerima tunjangan perumahan yang besaran nominalnya sangat fantastis yakni mencapai 50 Juta rupiah perbulan. Di mana uang tunjangan tersebut akan diberikan secara bersamaan dengan gaji anggota DPR.
Dengan demikian, anggota DPR yang bersangkutan memiliki opsi untuk menyewa atau membeli rumah sesuai dengan kebutuhan masing-masing. Untuk rumah dinas yang sudah tidak digunakan akan dikembalikan kepada negara melalui Kementerian Sekretariat Negara dan Kementerian Keuangan.
Namun, rencana penghapusan rumah dinas ini tidak selalu diterima dengan baik oleh semua anggota dewan. Ada beberapa pihak yang merasa keberatan akan kebijakan ini, karena sudah merasa nyaman tinggal di rumah dinas tersebut. Meski demikian langkah ini harus diambil, mengingat pemberian tunjangan perumahan di nilai lebih praktis dan efisien karena banyak rumah anggota dewan yang jauh dari senayan.
Alasan Dihapusnya Rumah Dinas Anggota DPR
Keputusan penghapusan rumah dinas anggota DPR dilakukan karena kondisi hunian yang dinilai sudah tidak layak ditinggali dan banyak mengalami kerusakan. Menurut Sekretaris Jenderal DPR, Indra Iskandar rumah hunian tersebut sering mengalami kebocoran saat musim hujan. Hal ini di karenakan atap rumah tersebut sudah mengalami kerusakan yang cukup parah.
Selain itu, kerusakan yang ada pada rumah hunian tersebut tidak hanya sebatas pada atap saja namun juga pada struktur dinding. Sehingga biaya perbaikan menyeluruh terhadap rumah tua tersebut akan sangat mahal dibandingkan pemberian tunjangan perumahan. Lebih lanjut, Indra juga mengungkapkan jika biaya perbaikan dan pemeliharaan yang diberikan oleh kementerian keuangan tergolong kecil.
Namun apakah kerusakan rumah hunian anggota DPR separah itu?, dari informasi yang didapat rumah tersebut baru saja selesai direnovasi pada tahun 2021-2022. Perbaikan demi perbaikan terus dilakukan secara berkala guna memastikan rumah hunian tersebut tetap layak ditinggali oleh para anggota DPR.
Jadi jika rumah tersebut masih layak ditinggali, mengapa sekretaris jendral DPR mengklaim kerusakan yang terjadi sudah mencapai 50%?. Apakah ada motif tersembunyi terkait keputusan pemberian tunjangan perumahan kepada anggota DPR?. atau pemberian uang tunjangan tersebut memang lebih praktis dan bisa menekan biaya pengeluaran negara?.
Kritik dan Saran Peneliti
Menanggapi pernyataan wakil ketua DPR RI soal pergantian rumah dinas menjadi tunjangan perumahan, peneliti dari Indonesian Parliamentary Center turut angkat bicara. Mereka menilai jika keputusan tersebut diambil karena untuk mencari kenyamanan pribadi dan bukan untuk menekan biaya pengeluaran negara. Tentu hal ini ada benarnya, mengingat masih banyak warga Indonesia yang tinggal di rumah yang tidak layak huni.
Jadi keputusan ini bukanlah solusi yang tepat, melainkan lebih ke arah pemborosan anggaran negara. Selain itu, jika memang ingin memberikan tunjangan seharusnya ada hasil audit yang menyatakan bahwa rumah tersebut sudah tidak layak dihuni. Apabila tim audit menyatakan rumah tersebut masih layak, maka perbaikan menjadi salah satu solusi terbaik.
Di sisi lain, pemberian uang tunjangan perumahan harus dibarengi dengan badan pengawas, agar dana yang diberikan tidak disalahgunakan. Pemberian uang tunjangan tanpa adanya pengawasan malah menciptakan peluang korupsi. Selain itu, anggota DPR akan segera dipindahkan ke Ibu Kota Nusantara dalam waktu dekat, sehingga tindakan yang harus dilakukan anggota DPR adalah penghematan bukan pemborosan APBN.
Kesimpulan
Keputusan anggota DPR untuk memberikan uang tunjangan sebagai pengganti rumah dinas tentu bukanlah langkah yang tepat. Banyak pihak yang menilai jika keputusan ini diambil demi kenyamanan pribadi tanpa memperhatikan keadaan rakyatnya. Anggota DPR adalah wakil rakyat, jadi seharusnya mereka lebih mengutamakan kepentingan rakyatnya daripada kepentingan pribadi.
Baca Juga : Uang Pecahan Rp10 Ribu Emisi 2005 Resmi Ditarik di Indonesia