penangkapan 3hakim

Ketiga hakim Pengadilan Negeri (PN) Surabaya yang menjatuhkan vonis bebas terhadap Ronald Tannur malah ditangkap Kejaksaan Agung (Kejagung). Penangkapan ini bukanlah tanpa alasan, karena ketiga hakim tersebut diduga kuat menerima suap dari pengacara tersangka Ronald Tannur. Menurut Kejagung, pihak mereka menduga adanya praktik korupsi dalam kasus penganiayaan yang berakhir pembunuhan tersebut. Jadi penangkapan ini tidak dilakukan secara tiba-tiba tetapi telah melewati serangkaian penyelidikian pihak terkait.

Awal Mula Terungkapnya Dugaan Suap

praktik suap di tubuh hakim

Terungkapnya praktik korupsi tersebut, tentu tidak terlepas dari rasa curiga Kejagung atas putusan hakim untuk membebaskan Ronald. Seperti yang kita ketahui, Ronald Tannur merupakan seorang tersangka penganiayaan pembunuhan terhadap kekasihnya pada beberapa waktu silam. Akibat tindakannya ini, jaksa hukum menuntut Ronald yang merupakan anak mantan anggota DPR, Edward Tannur untuk dijatuhi hukuman 12 tahun penjara.

Selain itu, jaksa juga menutut agar tersangka untuk membayar restitusi kepada keluarga korban sebesar Rp 263,6 juta subsider 6 bulan kurungan. Namun alih-alih mengabulkan permintaan tersebut, ketiga jaksa tersebut malah menjatuhi vonis bebas. Sontak putusan tersebut langsung mengundang polemik besar dimasyarakat yang mempertanyakan hukum di Negara Indonesia.

Alasan Di Bebaskannya Tersangka

Keputusan para hakim dalam upaya membebaskan tersangka pembunuhan kekasihnya, Dini telah menuai kontroversi di masyarakat. Mengapa?, karena menurut majelis hakim PN Surabaya, kematian Dini murni diakibatkan oleh penyakit lain akibat mengkonsumsi minuman beralkohol. Jadi ia meninggal dunia bukan karena luka dalam seperti yang dituduhkan penuntut hukum terhadap Ronald.

Karena saat dilakukan otopsi ditemukan cairan alkohol dalam jumlah besar diorgan lambung korban yang diduga kuat sebagai pemicu kematiannya. Selain itu, Ketua Majelis Hakim Erintuah Damanik menambahkan bahwa bukti yang diberikan belum cukup untuk menguatkan dakwaan JPU.

Terlebih tidak ada saksi mata yang bisa menjelaskan penyebab kematian korban yang bernama Dini Sera Afriyanti pada beberapa waktu silam.  Dengan demikian, tuduhan terhadap Ronald tidak dibenarkan, karena ia tidak melanggar Pasal 338 juncto Pasal 351 Ayat (3), Pasal 359, ataupun Pasal 351 Ayat (1).

Padahal hasil visum telah membuktikan bahwa ditubuh korban telah ditemukan luka hati akibat benda tumpul. Bahkan dipergelangan korban terlihat ada lindasan dari roda kendaraan, namun majelis hakim mengesampingkan hal tersebut. Mereka tetap bersikukuh bahwa korban meninggal akibat cairan alkohol.

Adanya Kejanggalan Saat Pembacaan Keputusan

Saat sidang pembacaan keputusan, banyak kejanggalan yang terjadi seperti alasan kematian korban, serta mengesampingkan barang bukti seperti CCTV. Seperti yang kita ketahui, kejadian tersebut terjadi Basemaen Lenmarc Mall, namun ketiga hakim tersebut tidak menyinggung barang bukti yang dimaksud. Padahal bukti yang dimaksud telah dimasukkan ke dalam pertimbangan hukum yang buat pelapor.

Selain itu untuk membuktikan dugaan majelis hakim bahwa tidak ada unsur penganiayaan maka CCTV menjadi kunci utama dalam kasus ini. Lalu mengapa tidak dipertimbangkan barang bukti tersebut?, apakah ada unsur suap dan gratifikasi yang mempengaruhi setiap keputusan hakim?.

Ditemukannya Sejumlah Bukti

Demi membuktikan adanya praktik suap dan gratifikasi, Jampidsus ( Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus ) melakukan penyelidikan tertutup guna mengungkap kebenaran. Benar saja, saat dilakukan penyelidikan dibeberapa apartemen di Jakarta, Surabaya, dan Semarang, Jampidsus menemukan sejumlah uang tunai dalam bentuk rupiah, dollar Amerika, dollar Singapura, serta catatan aliran dana LR.

Penemuan ini memperkuat dugaan bahwa pembebasan tersangka memang berkaitan dengan kasus suap dan gratifikasi. Jika tidak, bagaimana seorang hakim mengesampingkan bukti-bukti yang sudah jelas?. Selain itu, temuan jaringan suap ini telah menambah dimensi baru terhadap kasus yang menimpa Gregorius Ronald Tannur. Bukti-bukti yang ditemukan ini telah cukup untuk meningkatkan kasus ini ke tahap penyidikan.

Pembatalan Vonis Bebas

Meski dinyatakan bebas oleh PN Surabaya, pihak penuntut hukum melakukan permohonan kasasi terhadap MA (Mahkamah Agung). Pihak penuntut hukum menuntut tersangka untuk dipidana penjara selama 5 tahun. Melalui bukti yang jelas, pihak MA menyetujui permohonan kasasi tersebut dan Ronald Tannur tidak berhasil bebas.

Kini putra mantan anggota DPR tersebut harus mempertanggung jawabkan perbuatannya dengan mendekam dipenjara selama 5 tahun. Meski tidak berhasil dibebaskan, tindakan para majelis hakim tersebut telah menurunkan tingkat kepercayaan publik terhadap penegakkan hukum di Indonesia. Sehingga diharapkan ada sanksi tegas terhadap oknum yang mengesampingkan kebenaran demi keuntungan pribadi.

Karena majelis hakim sering disebut sebagai wakil tuhan, sehingga harus menjaga profesionalitas dan integritasnya dalam mendakwa perkara. Dengan demikian, keadilan di Indonesia dapat ditegakan dengan seadil-adilnya sekaligus mencegah kejadian serupa dimasa mendatang.

Penangkapan Ketiga Hakim

Saat ini ketiga hakim yang menangani kasus Ronald Tannur telah resmi ditetapkan menjadi tersangka penerima suap. Adapun nama dari ketiga hakim tersebut antara lain: Erintuah Damanik, Mangapul, dan Heru Hanindyo. Selain ketiga hakim tersebut masih ada satu orang lagi yang turut ditetapkan menjadi tersangka, yakni pengacara Gregorius Ronald Tannur, Lisa Rahmat (LR).

Jadi saat ini ada total 4 tersangka dalam praktik suap-menyuap, di mana 3 hakim sebagai penerima suap dan Lina sebagai penyuap. Diketahui, sebelumnya para hakim PN Surabaya terjaring dalam OTT ( Operasi Tangkap Tangan ) yang digelar Kejaksaan Agung pada tanggal 23 Oktober 2024. Di saat yang bersama pengacara tersangka, Lisa Rahmat (LR) juga turut diamankan oleh Kejagung di Jakarta.

Kini para hakim tersebut ditahan di Rumah Tahanan (Rutan) Surabaya, sedangkan Lisa ditahan di Rutan Salemba ( Jakarta). Pengungkapan praktik ilegal tersebut tidak membutuhkan waktu yang lama. Karena dugaan suap dan gratifikasi tersebut berhasil tercium oleh Kejagung, selang 1 hari setelah pembacaan keputusan pembebasan.

Tanggapan Mahfud MD dan Publik

Sebagai mantan Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan, Mahfud MD turut memberikan respon terkait pengungkapan kasus korupsi yang dilakukan Kejagung. Ia sangat mengapresiasi kinerja Kejagung dalam mengungkap kasus suap dan gratifikasi yagn dilakukan para ketiga hakim tersebut. Meski demikian, Mahfud MD menyarankan kepada Kejagung untuk segera memeriksa ketua PN Surabaya.

Hal ini dikarenakan, ada momen di mana ketua PN Surabaya membela keputusan ketiga hakim tersebut sudah benar. Bahkan ia menyebut para majelis hakim tersebut sebagai patriotik karena berani menghukum mati isteri hakim yang membunuh suaminya. Namun kenyataannya berbanding terbalik dengan yang diucapkannya, sehingga pemeriksaan lebih lanjut terhadap dirinya harus dilakukan.

Ini bertujuan untuk memastikan apakah ketua PN tersebut terlibat kasus suap dan gratifikasi atau tidak. Di sisi lain keberhasilan Kejagung dalam mengungkap keanehan ini turut mendapat apresiasi dari masyarakat. Kini rakyat mulai kembali percaya, jika masih ada orang jujur di negara ini yang berusaha menegakkan keadilan seadil-adilnya tanpa pandang bulu.

Baca Juga : Mengapa Karyawan Gen Z Sering Dipecat? Ini Alasannya!