Menkeu purbaya

Isu tax amnesty kembali ramai di media sosial setelah Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa menyatakan penolakannya atas rencana tersebut. Menurut Pubaya, pemberlakuan tax amnesty secara berulang kali bisa melemahkan kredibilitas pemerintahan dalam menjalankan ketentuan hukum yang sudah berlaku di Indonesia.

Selain itu, pemberlakuan tax amnesty ini bisa menyebabkan banyak warga wajib pajak yang bisa memberontak dan tidak mengikuti kepatuhan pajak. Dengan diberlakukannya tax amnesty seluruh wajib pajak justru akan berpikir untuk tidak mematuhinya karena akan ada kesempatan untuk dihapuskan di masa depan.

Sebelumnya pemerintah dan parlemen sudah sepakat memasukkan program tersebut kedalam undang-undang pengampunan pajak yang akan didaftarkan dalam Prolegnas Prioritas 2025. Namun Purbaya melihat dampak negatif yang akan muncul terhadap penerimaan wajib pajak jika pemerintah benar-benar mengesahkan program pemutihan pajak tersebut.

Ia juga melihat potensi Indonesia yang akan menjadi negara paling sering melakukan program pemutihan pajak dan akan mengurangi pendapatan negara. Purbaya juga percaya bahwa program tersebut akan menyebabkan wajib wajab menunda membayar pajak yang berpotensi mengancam kepercayaan fiskal negara Indonesia.

Memahami Tax Amnesty

Apa itu Tax amnesty

Sebagian besar masyarakat di Indonesia mungkin masih tidak mengenal yang namanya tax amnnesty, program yang digagas untuk menghapus pajak terutang. Program ini bisa dimanfaatkan sebagai cara untuk terlepas dari wajib pajak dengan mengungkap jumlah aset dan harta serta membayar tebusan.

Kebijakan ini juga memungkinkan pemerintah untuk memungut dana dari wajib pajak yang menyembunyikan kekayaan di luar negeri yang bebas pajak. Kebijakan ini sebenarnya sudah diatur oleh Undang-Undang No 7 tahun 2021, tentang harmonisasi peraturan perpajakan dan Peraturan Menteri Keuangan (PMK).

Salah satu keringan yang akan diberikan oleh negara kepada perserta adalah penghapusan sanksi denda pajak sebesar 200% jika Ditjen menemukan aset tersembunyi. Ketentuan ini sudah tertuang dalam PMK No 196/PMK.03/2021 yang mengatur seluruh tata cara pelaksanaan program pengungkapan sukarela (PPS).

Untuk bisa menerima tax amnesty, wajib pajak hanya perlu mengikuti program ini dan melaporkan seluruh harta yang masih belum diungkap. Pelaporan bahkan bisa dilakukan secara daring maupun langsung mendatangi kantor perpajakan dan membayar uang tebusan sesuai jumlah harta yang dilaporkan.

Keuntungan

Keuntungan dari mengikuti tax amnesty ini adalah pembebasan pajak yang harus dibayarkan ke negara, sebab segala sanksi pidana akan dihapuskan. Seluruh ketidakpatuhan yang dilakukan oleh peserta terhadap ketentuan perpajakan yang berlaku di Indonesia akan langsung dimaafkan apabila peserta mengikuti PPS.

Oleh karena itu, kebijakan ini bisa menjadi salah satu cara yang dimanfaatkan oleh konglomerat-konglomerat di Indonesia untuk terbebas dari pajak. Korporasi-korporasi besar maupun kelompok super kaya bisa dengan mudah terbebas dari seluruh tunggakan pajak yang masih belum mereka laporkan.

Sejarah Tax Amnesty

Berdasarkan catatan sejarah negara Indonesia, pemerintah sudah pernah melaksanakan program tax amnesty secara berulang kali, yaitu sebanyak 6 kali pengulangan. Kali pertama tax amnesty diberlakukan adalah pada era Presiden Soekarno tahun 1964, sebagai upaya untuk mereset sistem perpajakan pasca-kemerdekaan Indonesia.

Tax amnesty juga pernah diberlakukan di era orde baru tahun 1984, dan difokuskan untuk menghapus seluruh hutang pajak milik korporasi. Era reformasi juga tidak luput dari program ini, tepatnya pada tahun 2016-2017 yang disebut dengan jilid 1 dan berhasil menjadi rekor global pada saat itu.

Tidak berhenti sampai disitu, jilid II kembali digagas melalui Program Pengungkapan Sukarela (PPS) pada tahun 2022 dengan aset Rp 1.200 triliun. Setelah itu, para konglomerat di Indonesia juga mendeklarasikan total aset yang mereka miliki hingga berjumlah miliaran dolar pada saat itu.

Mereka juga mendeklarasikan aset dalam jumlah besar di luar negeri yang dilaporkan sebagai aset pribadi dengan total Rp 6,51 triliun. Kemudian disusul oleh perusahaan-perusahaan multinasional dan domestik dengan aset dalam negeri mencapai Rp 70,59 triliun, yang semakin membuktikan kebijakan ini menguntungkan pemilik modal besar.

Kritik Menkeu

Setelah pemerintah sepakat untuk memberlakukan tax amnesty kembali, Menteri Keuangan (Menkeu), Purbaya Yudhi Sadewa memberikan kritik pedas terkait keputusan tersebut. Dalam konferensi pers yang dilakukan di Gedung Kemeterian Keuangan (Kemenkeu) pada Jumat (19/9/2025), Purbaya menegaskan bahwa ia menolak program tersebut.

Ia menjelaskan, jika tax amnesty diberlakukan kembali, maka hal tersebut akan memberikan insentif kepada orang-orang untuk mengibuli sistem perpajakan Indonesia. Purbaya khawatir jika pemerintah sengaja mendorong wajib pajak untuk menunda bahkan berbohong kepada negara dan nantinya bisa merubuhkan kepercayaan fiskal.

Pernyataan yang ia sampaikan mendapatkan banyak respon dari pengusaha dan ekonom di Komisi XI DPR, yang tetap memperjuangkan RUU tersebut. Target utama Purbaya adalah untuk memperkuatkan pengawasan digital agar ia bisa mencegah pihak-pihak tertentu melakukan penggelapan pajak melalui tax amnesty.

Menurutnya jika negara terlalu sering memberikan pemutihan pajak, masyarakat akan mulai berpikir bahwa pajak bukanlah hal utama yang harus dipatuhi. Ia juga menegaskan, kebijakan fiskal negara yang kuat harus dibangun dengan kepastian hukum yang berlaku dan bukan melalui pemutihan berulang.

Baca Juga: Trump Tetapkan Tarif Baru Kepada Negara Anggota BRICS