Tentang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas) Undang-undang No 20 Tahun 2003, Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan permohonan uji materi Pasal 34 ayat (2). Permohonan uji materi ini ditujukan untuk frasa yang berisi wajib belajar minimal untuk jenjang pendidikan dasar tanpa adanya pemungutan biaya.
Permohonan uji materi diajukan oleh tiga orang pemohon individu serta Jaringan Pemantauan Pendidikan Indonesia dengan nomor permohonan 3/PUU-XXIII/2025. Pemerintah pusat dan pemerintah daerah diwajibkan untuk bisa menjamin keberlangsungan proses belajar mengajar di jenjang pendidikan dasar tanpa ada biaya tambahan.
Pertimbangan hukum terkait keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) menyatakan, sekolah swasta masih diizinkan untuk melakukan penyelenggaraan pendidikan dengan menggunakan anggaran sendiri. Penyelenggara pendidikan diizinkan untuk mengambil biaya dari peserta didik atau sumber lain, selama masih menaati peraturan perundang-undangan yang sedang berlaku.
Agar putusan MK terkait pendidikan gratis bisa direalisasikan, Ketua Komisi X DPR RI memberikan usulan untuk melakukan reformasi alokasi anggaran. Pemerintah bisa melakukan reformasi anggaran sesuai dengan amanat dari UUD NRI 1945 dan realokasi dana program non-urgent sebesar 20 persen.
Pertimbangan MK
Saat mempertimbangkan frasa wajib belajar minimal di jenjang pendidikan dasar tanpa dikenakan biaya, Hakim Konstitusi, Enny Nurbaningsih kembali mengelar persidangan. Pertimbangan ini diputuskan karena frasa tersebut hanya berlaku untuk sekolah negeri, hal ini dinilai bisa menimbulkan kesenjangan pada sekolah swasta.
Karena adanya kesenjangan program ditiap sekolah, akibatnya adalah terbatasnya daya tampung siswa di sekolah negeri dan terpaksa bersekolah di sekolah swasta. Pada periode pengajaran tahun 2023/2024, sebanyak 173.265 siswa terpaksa bersekolah di sekolah swasta, karena tidak mendapatkan akses sekolah negeri.
Pada jenjang pendidikan SMP, sebanyak 104.525 siswa tidak mendapatkan akses ke sekolah negeri, sehingga harus masuk sekolah swasta dengan biaya yang relatif tinggi. MK memandang negara masih mempunyai kewajiban konstitusional untuk mewajibkan proses belajar yang layak untuk peserta didik tanpa ada perbedaan.
Penggunaan kata “tanpa memungut biaya” dianggap bisa memicu perlakukan khusus dan menciptakan perbedaan kepada siswa yang mendapatkan akses sekolah negeri. Mengacu pada norma konstitusi, sesunguhnya tidak ada peraturan yang memberikan batasan atau limitasi bantuan pendidikan yang wajib dibiayai oleh negara.
Implementasi secara Bertahap
Untuk melaksanakan pendidikan dasar gratis, Ketua Komisi X DPR RI, Hetifah Sjaifudin, mengusulkan penerapan dilakukan secara berkala dari sekolah swasta termurah. Hetifah menjelaskan, pada tahap pertama, pemerintah bisa mencoba untuk menjangkau sekolah yang termasuk 3T atau terluar, tertinggal, dan sekolah terdepan.
Pengimplementasian keputusan MK yang menyebut pendidikan dasar gratis tidak bisa dilakukan secara serentak, karena akan menghabiskan anggaran dalam jumlah besar. Sebagai contoh, sekolah-sekolah yang termasuk kedalam 3T dikelola oleh organisasi tertentu sangat berperan penting dalam mendukung terjadinya proses belajar/mengajar.
Meski sangat berperan penting dalam dalam memberikan layanan pendidikan yang layak kepada peserta didik, sekolah-sekolah tersebut masih rentan dan membutuhkan sokongan biaya operasional. Meskipun ada banyak yayasan seperti Muhammadiyah, Pendidikan Kristen di Papua dan yayasan lainnya, sokongan dana masih diperlukan untuk biaya pemeliharaan.
Dengan disertai evaluasi berkala, perluasan untuk mencapai sekolah-sekolah yang masih rentan dan membutuhkan sokongan dana akan menjadi lebih tepat sasaran. Bersamaan dengan sokongan dana yang diberikan oleh pemerintah, sekolah swasta bisa mendapatkan pembiayaan sehingga biaya pendidikan bisa menjadi lebih murah.
Skema Pendanaan Sekolah Swasta
Supaya penggunaan alokasi anggaran sebesar 20% kebidang pendidikan bisa dicapai, pemerintah bisa mencoba untuk membentuk skema pendanaan yang akan diberikan. Agar anggaran bisa digunakan secara efektif, sekolah yang mendapatkan subsidi penuh akan berbiaya rendah, sedangkan untuk swasta premium tetap bisa memungut biaya tambahan dengan pengawasan ketat.
Negara Harus Adil
Dalam persidangan, hakim konstitusi meminta agar negara berperilaku adil dalam menentukan anggaran yang akan diberikan pada bidang pendidikan secara efektif. Anggaran akan digunakan untuk memberikan layanan pendidikan kepada kelompok masyarakat yang masih memiliki keterbatasan ekonomi dan tidak mendapatkan akses sekolah.
Tantangan paling krusial bagi negara untuk mengimplementasikan keputusan MK adalah untuk memastikan anggaran pendidikan bisa dialokasikan secara efektif dan adil. Dalam hal ini, negara harus bisa menjamin dalam memberikan hak mendapatkan pendidikan yang layak bagi seluruh warga Indonesia tanpa diskriminasi.
Negara juga harus bisa menerapkan kebijakan afirmatif dalam bentuk subsidi atau bantuan biaya pendidikan bagi masyarakat yang tidak mendapatkan akses sekolah negeri. Mempertimbangkan amanat dari Pasal 31 ayat (2) UUD NRI Tahun 1945, bantuan pemerintah akan dianggap sebagai bentuk kewajiban konstitusional pemerintah.
Fakta adanya bantuan kepada sekolah swasta atau madrasah selama ini mendapatkan bantuan anggaran seperti BOS atau program bantuan beasiswa lain. Meskipun ada bantuan yang disalurkan oleh pemerintah, beberapa sekolah mengenakan biaya yang berbasis biaya penyelengaraan pendidikan yang ditanggung penuh oleh siswa.
Baca Juga: Keputusan MK Revisi UU Sisdiknas SD-SMP Negeri/Swasta Gratis