doom spending

Pernahkah kamu merasa terdorong untuk belanja sebagai pelarian dari stres meski tahu itu bisa menguras kantong?. Inilah yang disebut dengan doom spending, tren yang kian marak di kalangan Gen Z dan milenial. Fenomena ini muncul akibat perpaduan antara kekecewaan terhadap prospek ekonomi yang suram dan godaan konsumsi berujung pada krisis finansial pribadi. Gen Z dan milenial sering kali terjebak dalam siklus belanja impulsif yang diwarnai oleh ketidakpastian ekonomi dan tekanan emosional.

Kondisi ini diperburuk oleh kemudahan akses belanja online yang makin menggiurkan. Dari sekian banyak ancaman finansial, doom spending menjadi salah satu yang paling perlu diwaspadai. Dalam tulisan ini, kita akan membahas mengapa perilaku ini bisa berbahaya dan bagaimana cara menghindarinya. Memahami risiko dari kebiasaan ini bisa menjadi langkah awal menuju kesehatan finansial yang lebih baik.

Apa Itu Doom Spending?

mengenal apa itu doom spending

Istilah “doom spending” berakar dari situasi ekonomi yang penuh dengan ketidakpastian. Di mana generasi muda merasa tertekan oleh target hidup yang seolah-olah semakin sulit diraih, seperti memiliki rumah atau memulai keluarga. Dalam konteks ini, “doom spending” menjadi semacam pelarian sementara untuk menenangkan diri dari rasa pesimis. Seiring berjalannya waktu, istilah ini telah berkembang menjadi simbol dari perilaku konsumsi yang didorong oleh ketidakstabilan emosional dan ekonomi.

Hal ini diperparah oleh situasi lockdown pada masa pandemi yang meningkatkan kebosanan dan kecemasan. Selain itu, kemudahan belanja online dan media sosial juga turut mendorong konsumerisme. Namun doom spending di kalangan Gen Z dan milenial memiliki beberapa ciri khas yang membedakannya dari perilaku belanja biasa. Berikut adalah beberapa karakteristik utama doom spending:

  1. Belanja Impulsif: Membeli barang tanpa rencana sebelumnya, sering kali dipengaruhi oleh emosi sesaat.
  2. Pengaruh Sosial Media: Tergoda oleh iklan dan tren yang dijalankan oleh influencer atau teman sebaya di platform sosial.
  3. Kebutuhan Akan Validasi: Menggunakan pembelian sebagai cara mendapatkan pengakuan sosial atau untuk meningkatkan harga diri.
  4. Pola Konsumsi Berlebihan: Setelah berbelanja, biasanya diikuti oleh perasaan penyesalan atau cemas akibat keuangan yang menipis.

Apakah kamu pernah merasa terjebak dalam pola doom spending ini?. Penting untuk mengenali tanda-tandanya dan mencari cara untuk mengelola kebiasaan konsumtif agar tidak mengganggu kesejahteraan finansial kita.

Dampak Doom Spending pada Keuangan

Banyak orang yang tidak menyadari dampak buruk fenomena doom spending terutama di kalangan Gen Z dan Milenial. Menghabiskan uang secara berlebihan untuk meredakan stres atau tekanan hanya akan menghadirkan masalah baru. Fenomena ini bukan sekadar kebiasaan buruk, tetapi dapat menjerumuskan seseorang ke dalam krisis keuangan yang serius. Tanpa perencanaan yang tepat, Anda bisa terjebak dalam:

  • Utang yang Menumpuk: Impuls untuk membeli barang-barang yang tidak dibutuhkan sering menghasilkan penggunaan kartu kredit berlebihan. Biaya bunga yang tinggi dan cicilan yang terus-menerus bisa membuat Anda terperangkap dalam siklus utang yang sulit diputus.
  • Kehilangan Tabungan: Prioritas keuangan seperti menabung seringkali terabaikan. Doom spending merampas kesempatan Anda untuk membangun dana darurat atau menabung untuk tujuan jangka panjang, seperti membeli rumah atau pensiun.

Krisis semacam ini tidak hanya berdampak pada waktu dekat, tetapi juga mencegah Anda mencapai kebebasan finansial di masa depan. Selain itu, doom spending tidak hanya berdampak pada dompet, tetapi juga menyerang ketenangan pikiran. Hal ini terjadi saat utang dan masalah keuangan menumpuk, sehingga stres dan kecemasan menjadi tak terhindarkan. Ketika masalah keuangan telah menumpuk, banyak orang akan merasa:

  • Cemas: Melihat saldo bank yang menyusut bisa memicu kecemasan dan kekhawatiran. Memikirkan bagaimana cara melunasi utang bisa mengganggu tidur dan sehari-hari.
  • Malu: Ada rasa malu yang muncul ketika harus mengakui kebiasaan belanja buruk kepada teman atau keluarga. Ini bisa memengaruhi kepercayaan diri dan menjauhkan Anda dari dukungan sosial.
  • Tak Berdaya: Tanpa perencanaan dan kontrol, orang merasa terjebak tanpa jalan keluar dari jebakan keuangan yang mereka ciptakan sendiri.

Jadi penting sekali bagi kita menyadari dan mengendalikan perilaku ini sebelum merusak kesejahteraan kita. Dengan memahami dampak yang bisa ditimbulkan, kita dapat mulai mengambil langkah-langkah untuk menghindarinya. Memperkuat disiplin diri dan memiliki rencana keuangan bisa menjadi langkah awal yang sangat bermanfaat.

Faktor Penyebab Doom Spending

Fenomena “doom spending” semakin marak di kalangan Gen Z dan Milenial. Kebiasaan belanja yang berlebihan ini sering kali terjadi sebagai pelarian dari tekanan hidup sehari-hari atau sebagai cara untuk mencari kebahagiaan sesaat. Tapi, apa saja faktor yang mendorong perilaku belanja impulsif ini?, berikut adalah beberapa faktor yang mendorong perilaku konsumtif:

1. Ketidakpastian Ekonomi

Dalam beberapa tahun terakhir, banyak anak muda dihadapkan pada tantangan ekonomi yang cukup besar. Kondisi ekonomi global dan lokal yang tidak stabil memberikan dampak signifikan terhadap keputusan finansial mereka. Gen Z dan Milenial sering merasa terjebak dalam pusaran ketidakpastian yang membuat mereka lebih rentan kepada perilaku boros.

Ketika prospek pekerjaan tidak menentu dan biaya hidup terus meningkat, rasa putus asa kadang membuat mereka lebih memilih memanjakan diri sebagai bentuk pelarian dari kenyataan pahit. Apakah kita bisa menyalahkan mereka sepenuhnya? Mungkin tidak, karena semua orang butuh kenyamanan di tengah badai ketidakpastian.

2. Pengaruh Media Sosial

Media sosial memainkan peran besar dalam mempengaruhi gaya hidup konsumtif. Dengan sekali scroll, Anda bisa menemukan inspirasi fashion terbaru, gadget canggih, atau liburan mewah yang memicu dorongan untuk ikut-ikutan. Media sosial sering kali menampilkan kehidupan sempurna orang lain, yang tanpa disadari mendorong seseorang untuk mengeluarkan uang lebih dari yang seharusnya. Inilah kekuatan media sosial, menciptakan kebutuhan yang sebenarnya tidak benar-benar diperlukan.

3. Kecemasan dan Stres

Stres dan kecemasan adalah bagian dari kehidupan modern yang sulit dihindari. Bagi banyak orang muda, belanja impulsif bisa menjadi cara untuk meredakan tekanan mental. Meski memberikan kebahagiaan sementara, perilaku ini justru bisa memperburuk masalah finansial jangka panjang. Apakah belanja bisa menjadi terapi? Mungkin ya, tapi solusi ini hanya sementara dan bisa membuat banyak orang terjebak dalam siklus utang.

Melalui pemahaman yang lebih baik tentang faktor-faktor ini, kita bisa lebih bijaksana dalam mengelola keuangan dan menemukan cara yang lebih sehat untuk menghadapi tekanan hidup.

Cara Mengatasi Doom Spending

Fenomena doom spending telah menjadi momok bagi banyak Gen Z dan milenial. Dilatarbelakangi oleh perasaan cemas dan ketidakpastian ekonomi, banyak dari mereka yang terjebak dalam siklus pengeluaran impulsif. Namun, ada strategi yang bisa diambil untuk mengatasi kebiasaan ini, diantaranya yaitu :

1. Perencanaan Keuangan yang Baik

Pernahkah kamu merasa uangmu menghilang begitu saja? Itulah yang terjadi ketika pengeluaran tidak direncanakan. Untuk menghindari doom spending, salah satu langkah awal yang bisa diambil adalah membuat perencanaan keuangan. Dengan anggaran yang baik, kita dapat melihat dengan jelas bagaimana uang kita digunakan. Adapun beberapa tips yang bisa Anda terapkan dalam melakukan perencanaan uang :

  • Tentukan Prioritas: Petakan kebutuhan mendasar yang harus dipenuhi setiap bulan seperti makanan, tempat tinggal, dan transportasi.
  • Buat Anggaran Detail: Catat semua sumber pendapatan dan rencanakan pengeluaran sehingga tidak melebihi pemasukan.
  • Alokasikan Tabungan: Sisihkan sebagian pendapatan setiap bulan untuk tabungan. Ingat, menabung bukan berarti sisa uang, tetapi harus diutamakan.
  • Evaluasi Secara Berkala: Lakukan pengecekan bulanan terhadap anggaranmu untuk memastikan tetap berada di jalur yang benar.

Merencanakan keuangan dengan baik seperti merakit puzzle, bagian-bagian kecil yang jika dikelola dengan benar, akan membentuk gambaran keuangan yang lebih besar dan sehat.

2. Mindfulness dalam Belanja

Mengatasi doom spending bisa dimulai dengan meningkatkan kesadaran dalam belanja, atau yang dikenal dengan mindfulness dalam belanja. Ada beberapa tips agar Anda memiliki mindfulness dalam belanja :

  • Pahami Emotional Triggers: Ketahui situasi emosional apa yang sering membuatmu belanja impulsif, apakah itu stres, bosan, atau sedih.
  • Buat Daftar Belanja: Selalu buat daftar barang yang benar-benar dibutuhkan sebelum pergi berbelanja untuk memastikan kita tidak tergoda membeli barang lain.
  • Tunda Pembelian: Jika terpikir untuk membeli sesuatu, coba tunggu selama 24 jam. Jika keinginannya masih ada, baru pertimbangkan kembali.
  • Evaluasi Rasa Kepuasan: Seberapa sering kita merasakan kepuasan setelah membeli sesuatu? Latih diri untuk lebih menghargai pengalaman dan hubungan daripada barang material.

Dengan mindfulness, kita belajar untuk lebih menghargai proses pengambilan keputusan dalam belanja. Ini seperti mengambil napas dalam-dalam sebelum melangkah, memberi kita ruang untuk berpikir sebelum bertindak.

Kesimpulan

Doom spending adalah fenomena yang tengah menghantui generasi muda, terutama Gen Z dan milenial. Jika tidak ditangani dengan baik, dampaknya bisa sangat merugikan. Generasi ini cenderung menghabiskan uang secara impulsif sebagai pelarian dari stres atau rasa cemas tentang masa depan. Namun, perilaku ini dapat membawa mereka ke lingkaran setan masalah keuangan yang sulit diatasi.

Ketergantungan Konsumtif

Generasi Z dan milenial harus lebih sadar akan ketergantungan konsumtif ini. Mengapa? Karena perilaku ini menjauhkan mereka dari kebiasaan finansial yang sehat. Apa solusinya?

  • Membangun kesadaran finansial sejak dini
  • Menyusun rencana anggaran yang realistis
  • Mengedukasi diri tentang investasi dan tabungan

Dampak Jangka Panjang

Tidak hanya berdampak pada kondisi finansial saat ini, doom spending bisa mempengaruhi stabilitas ekonomi jangka panjang. Tanpa perubahan, generasi muda mungkin menghadapi hari tua tanpa jaminan keuangan yang memadai. Apakah Anda siap menghadapi konsekuensinya?

Panggilan untuk Aksi

Menyadari bahaya doom spending adalah langkah awal, tetapi tindakan nyata jauh lebih penting. Setiap individu perlu mengambil langkah konkret:

  • Evaluasi pengeluaran bulanan: Coba hitung, berapa banyak dari yang Anda habiskan sebenarnya tidak diperlukan?
  • Cari sumber pendapatan tambahan: Memanfaatkan keahlian Anda untuk side job bisa jadi solusi.
  • Edukasi keuangan: Ikuti seminar atau baca buku finansial yang bisa menambah wawasan Anda.

Dengan perubahan pola pikir dan kebiasaan, generasi ini bisa menghindari jebakan doom spending. Menjadi lebih bijak dalam mengelola keuangan tidak hanya mengamankan masa depan, tetapi juga memberdayakan Anda untuk mencapai kebebasan finansial yang diidamkan. Jangan biarkan konsumsi tak terkendali mengancam masa depan cerah Anda. Mari kita ambil langkah bijak mulai sekarang!

Baca Juga : IHSG Uji Rentang 7.650-7.850, Saham Perbankan Tertekan