Perang Tarif As dengan China

Ketegangan dagang antara Amerika Serikat (AS) dengan China kembali memanas, di tengah panggung ekonomi global dan ditengah ketidakstabilan ekonomi global. Hal tersebut dipicu oleh Presiden AS, Donald Trump, yang secara remi menaikkan tarif impor untuk barang-barang asal China hingga 245%.

Penambahan tarif ini diumumkan oleh Trump di Gedung Putih, tertulis pada lembar fakta yang dikeluarkannya pada Selasa (15/04/2025). Trump sebelumnya sudah menaikkan tarif impor untuk negara China sebesar 145%, namun China membalas dengan menaikkan tarif produk AS sebesar 125%.

Trump menganggap China tidak menghargai kebijakan yang sudah ia tetapkan, serta memicu respon lanjutan dari Gedung Putih dengan menambahkan tarif China. Langkah agresif ini ditanggapi langsung oleh Presiden China, Xi Jinping yang menyatakan, China tidak akan gentar dengan tarif yang ditetapkan.

Perang tarif antara kedua negara dengan kekuatan ekonomi terbesar didunia tersebut, memicu reaksi pasar ekonomi global, serta menimbulkan kekhawatiran pasar. Pasar kembali mengalami gejolak yang besar, ditengah tensi dagang yang masih belum mereda dan belum menemukan penyelesaian dari perang tarif.

Gugatan Pebisnis AS

Terkait perang tarif yang dilakukan AS dengan China, sekelompok pebisnis AS mengajukan gugatan terhadap Trump pada Senin, 14 April 2025. Gugatan tersebut dikarenakan tarif yang ditetapkan Trump terhadap China dinilai ilegal, hal ini berdasarkan Undang-undang International Emergency Economic Powers (IEEPA).

Gugatan ini diajukan ke Pengadilan Perdagangan Internasional AS, oleh Liberty Justice Center yang merupakan kelompok advokat hukum yang membela pelapor. IEEPA memberikan kewenangan kepada presiden untuk menjaga ekonomi dalam keadaan darurat apabila terjadi ancaman serius yang menganggu keamanan nasional atau ekonomi.

Namun kebijakan tarif yang ditetapkan Trump dinilai belum memenuhi syarat, hal tersebut dikarenakan Undang-undang tidak memberikan izin untuk mengenakan tarif sepihak. Senior Counsel The Liberty Justice Center, Jeffrey Schawb menyatakan, tidak seorang pun yang berwenang untuk mengenakan pajak yang begitu besar.

Konstitusi tidak pernah memberikan kewenangan kepada presiden untuk menetapkan tarif pajak atau tarif, hal tersebut hanya bisa dilakukan oleh kongres. Juru Bicara Gedung Putih, Harrison Fields menyebutkan, Trump membela Main Street untuk mengakhiri eksploitasi mitra dagang AS terutama negara China.

China Batalkan Kontrak Boeing

Kontrak Boeing dengan China Batal

Karena ketegangan antara AS dan China yang kembali memanas, ditengah meningkatnya friksi antara 2 negara yang memiliki ekonomi terbesar dunia. Keputusan untuk melanjutkan perundingan tarif terhadap China, sepenuhnya diserahkan Gedung Putih di tangan Beijing agar melakukan inisiatif negosiasi tarif impor.

Menanggapi pernyataan Trump, China memutuskan untuk membatalkan kesepakatan besar mereka dengan Boeing, dengan tidak mengambil alih pesawat yang telah disepakati. Dari akun media sosial Trump, ia mengungkapkan, bahwa Beijing sudah memerintahkan maskapai penerbangannya agar menolak pengiriman pesawat dari produsen AS.

Bloomberg News semakin memperjelas pernyataan Trump, dengan menyebutkan China tidak hanya menolak pengiriman Boeing, tapi juga berhenti membeli suku cadang. Kenaikan tarif impor yang diberlakukan AS terhadap China memicu eskalasi lanjutan yang lebih luas, bahkan sudah menjalar hingga kesektor industri.

Produsen pesawat yang bersangkutan saat ini sedang meninjau kembali kontrak yang bernilai miliaran dolar tersebut, untuk membahas siapa yang menanggung beban tambahan. Keputusan China untuk menghentikan kontrak dengan Boeing diperkirakan karena biaya operasional serta biaya perawatan pesawat yang telah beroperasi akan meningkat.

Catatan Bloomberg

Bloomberg mencatatkan bahwa 3 maskapai terbesar di China dijadwalkan akan menerima 180 pesawat Boeing dalam periode 2025 hingga 2027 mendatang. Namun karena dikenakan kenaikan tarif yang signifikan, pemerintah China memutuskan untuk membatalkan kontrak besar tersebut, dengan alasan pemberatan biaya tambahan.

Balasan China

Merespon pengenaan tarif baru AS sebesar 245%, Kementerian Luar Negeri China, Lin Jian menyarankan wartawan untuk menanyakan langsung kepada AS.  Jian menjelaskan, perang tarif ini diprakarsai oleh AS, sementara China akan memberikan balasan dengan mengenakan tarif sebesar 125% kepada AS.

Jian menegaskan, langkah tersebut diperlukan untuk memastikan keadilan Internasional dan akan dilakukan secara masuk akal dan sah, tidak seperti AS. Ia juga mengingatkan, posisi China akan selalu jelas, tidak akan ada pemenangan dalam perang dagang yang saat ini sedang berlangsung.

Jian menjelaskan, China sebetulnya tidak ingin melakukan perang dagang dengan mitra dagangnya AS, namun tidak akan gentar apabila terpaksa melakukannya. Apabila pihak Gedung Putih ingin melakukan negosiasi dengan dialog, AS harus berhenti menggunakan pendekatan yang cenderung menekan dengan tarif tinggi.

China meminta Trump agar berhenti mengancam dan memeras, serta lebih aktif dalam berdialog dengan pihak China, dengan mengutamakan kesetaraan yang saling menguntungkan. Berdasarkan lembar fakta yang dikeluarkan Gedung Putih, China saat ini menghadapi tarif impor ke Amerika Serikat hingga sebesar 245 persen.

Baca Juga: Perang Tarif Trump Ditunda untuk 75 Negara Kecuali China