Kebijakan tarif Trump

Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump, menerapkan tarif baru sebesar 10% hampir ke seluruh barang impor yang masuk ke Amerika. Selain itu, Trump juga memberlakukan kebijakan tarif timbal balik kepada sejumlah negara, termasuk negara Indonesia sebagai langkah kemerdekaan ekonomi AS.

Langkah yang diambil oleh Donald Trump dinilai akan menambah sentimen negatif terhadap perekonomian global yang saat ini sedang tidak stabil. Tarif Bea Masuk yang baru akan diterapkan terhadap sekitar 60 negara dan akan mulai berlaku pada akhir pekan (6/4/2025).

Sejak hari pertama ia kembali menjabat sebagai Presiden AS, Trump memang dikenal sebagai pemimpin yang konservatif populis dan sangat proteksionis. Ia menaruh kepentingan AS diatas segalanya, namun cenderung menerapkan kebijakan-kebijakan yang dapat memicu ketidakstabilan ekonomi di pasar pada level global.

Dari data bisnis selama beberapa dasawarsa, AS merupakan mitra dagang utama Indonesia dengan tujuan ekspor produk manufaktur hingga produk kayu. Meski begitu, Indonesia menjadi salah satu negara yang dikenakan tarif bea masuk baru terhadap produk made in Indonesia sebesar 32%.

Tarif Indonesia

Donald Trump mengumumkan tarif timbal balik dimana Indonesia dikenakan tarif sebesar 32%, ini menyebabkan Indonesia dikenakan tarif tertinggi ke-3 di kawasan Asia Tenggara. Kebijakan tarif timbal balik ini diberlakukan oleh Trump dengan dugaan hambatan perdagangan dan manipulasi mata uang sepihak.

Surplus perdagangan Indonesia pada bulan Februari 2025 tercatat sebesar $ 3,12 miliar, beresiko akan dihentikan karena kebijakan tarif yang ditetapkan. Kepala Penelitian NH Korindo menyatakan, tarif tidak bisa mengakhiri surplus, karena negara lain seperti China, Vietnam, dan India tidak bisa menggantikan pasar AS.

Penetapan tarif ini akan sangat berpengaruh pada pasar saham IHSG akan mengalami tekanan, terutama disektor yang bergantung pada Ekspor Amerika. Selain beberapa pasar saham IHSG, emiten yang sangat bergantung ke pasar AS juga akan mengalami tekanan besar akibat kebijakan ini.

Langkah Pemerintah Indonesia

Hingga saat ini pemerintah Indonesia masih belum mengeluarkan pernyataan resmi terkait kebijakan baru yang akan ditetapkan oleh Presiden AS, Donald Trump. Menteri Perdagangan (Mendag), Budi Santoso berharap Indonesia tidak akan terdampak signifikan oleh kebijakan tarif yang diterapkan oleh Presiden Donald Trump.

Ia juga mengucapkan, daripada melakukan tindakan antisipatif seperti yang dilakukan oleh Uni Eropa dan Kanada, Indonesia berupaya menjaga hubungan dagang. “Jika dilihat dari respon dan tindakan negara mitra AS saling membalas, kita sejujurnya tidak ingin begitu, kita ingin berteman saja,” ungkap Budi.

Untuk mewujudkan hal tersebut, pemerintah Indonesia telah menyiapkan berbagai upaya agar tidak terlalu terkena dampak dari kebijakan perang tarif Trump. Salah satunya seperti menyiapkan dialog strategis antara Indonesia dengan AS sebagai platform kerja sama ekonomi dan diplomasi perdagangan dimasa depan.

Selain itu, Indonesia juga akan memperkuat komunikasi dan lobi strategis melalui utusan khusus, perjanjian dagang terbatas untuk membahas pengurangan tarif. Pemerintah juga sudah berencana untuk melakukan re-aktivasi Indonesia-US Trade and Investment Frame Agreement (Indonesia-US TIFA) yang dibentuk pada tahun 1966.

Bursa Asia Anjlok

Terseret kebijakan tarif Trump, Bursa Asia anjlok di awal perdagangan pada Kamis (3/4/2025) mulai pukul 08:21 WIB. Indeks Nikkei 225 turun sebesar 3,22% ke level 34.575,22 sejalan dengan indeks Hang Seng yang dibuka dengan pelemahan 2,43% ke 22.638,21.

Indeks Kospi turun sebesar 1,27% ke level 2.473,97 dan untuk indeks ASX 200 melemah hingga 1,46% ke level 7.818,7. Sementara itu, untuk FTSE Straits Times terpantau mengalami penurunan 0,78% ke level 3.923,44 dan FTSE Malay melemah 0,41% ke 1.520,3.

Setelah Presiden AS, Donald Trump mengumumkan kebijakan tarif timbal balik yang tinggi kepada lebih dari 180 negara, pasar Asia anjlok. Pada bagan yang diunggah ke media, Gedung Putih menunjukkan tarif efektif yang diberlakukan ke negara lain pada barang-barang dari Amerika.

Gedung Putih menyebutkan, tarif timbal balik baru yang diterapkan pada China akan ditambahkan ke tarif yang sudah ada sebesar 20%. Dengan begitu, tarif sesungguhnya yang ditetapkan pada China sebesar 54%, sedangkan untuk India, Korea Selatan, dan Australia masing-masing dikenakan tarif sebesar 26%, 25%, dan 10%.

Ketidakpuasan China

China Menolak kebijakan Tarif Sepihak AS

Melalui pernyataan Kementerian Perdagangan China, China mendesak AS untuk segera membatalkan tindakan tarif sepihak dan menyelesaikan perbedaan dengan mitra dagang. China dalam sebuah pernyataan menanggapi pengumuman yang disampaikan oleh Trump mengenai tarif timbal balik dengan ketidakpuasan yang kuat dan penentangan.

China secara tegas menentang kebijakan yang diambil Trump dan akan mengambil tindakan balasan dengan tegas untuk melindungi hak dan kepentingannya. Donald Trump dinilai sudah menghancurkan sistem perdagangan global yang sudah berusia lebih dari 75 tahun, dengan menerapkan tarif dasar baru.

Dengan menerapkan tarif 10% untuk barang dari seluruh negara dan tarif timbal balik yang semakin tinggi, impor AS akan mengalami hambatan. Tarif timbal balik ditujukan untuk mengamankan kebijakan seperti manipulasi mata uang, UU polusi dan ketenagakerjaan yang longgar, serta peraturan memberatkan.

Tiongkok memiliki surplus perdagangan yang paling besar dengan AS pada tahun 2024 hingga $295 miliar, sehingga dikenakan tarif sebesar 34%. Menteri Keuangan AS, Scott Bessent menyebutkan, tarif akan meningkat 54% apabila digabung dengan bea masuk sebesar 20% pada bulan Februari.

Baca Juga: Kinerja Sri Mulyani di Tengah Isu Bakal Mundur dari Kabinet