PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex), Sebuah perusahaan tekstil yang dijuluki sebagai Raksasa Textile Asia Tenggara, resmi menutup operasional per 1 Maret 2025. Informasi ini disampaikan usai perusahaan tersebut resmi dinyatakan pailit, keputusan ini tentu akan membawa dampak yang signifikan kepada seluruh karyawan.
Puluhan ribu karyawan yang bekerja di PT Sritex, secara terpaksa menerima keputusan yang diambil untuk melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK). Dengan dihentikannya operasi dari perusahaan dengan julukan raksasa textile Asia Tenggara ini, juga akan memberikan dampak kepada perusahaan anakan Sritex.
Ketua Komisi VII DPR RI, menyarankan pemerintah untuk mengambil langkah yang tepat dalam antisipatif untuk menghadapi badai PHK PT Sritex. Dengan kondisi perekonomian nasional saat ini, sangat sulit untuk mencari pekerjaan yang pas, tak terkecuali kepada puluhan ribu eks karyawan PT Sritex.
Menghadapi penutupan PT Sritex, keberlangsungan saham SRIL hingga saat ini masih di suspensi oleh pihak perdagangan Bursa Efek Indonesia (BEI). Nasib dari keberlangsungan pasar saham SRIL, juga tidak menutup kemungkinan akan keluar dari perdagangan atau di delisting oleh pihak BEI.
Penyebab Penutupan Sritex
Sebagai salah satu perusahaan tekstil terbesar di Indonesia, PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex), akan tutup total mulai 1 Maret 2025. Kepala Dinas Perindustrian dan Tenaga Kerja (Disperinaker), Sumarno, menyatakan seluruh karyawan Sritex secara resmi mengalami Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).
“Habis perundingan, ditemukan titik terang setelah diputuskan pada (26/2/2025), yang menyatakan seluruh karyawan akan bekerja sampai tanggal 28. Sehingga perusahaan tersebut akan mulai off per tanggal 1 Maret, puasa awal Sritex akan tutup total dan jadi kewenangan Kurator,” ucap Sumarno.
Penutupan PT Sritex secara total merupakan akhir dari krisis keuangan yang sudah melanda perusahaan tersebut selama beberapa tahun belakangan ini. Krisis yang berawal pada tahun 2021, saat perusahaan tersebut gagal melunasi hutang sindikasi sebesar $350 juta, setara Rp 5,79 triliun dengan kurs (Rp 16.550 per USD).
Lalu pada Mei 2021, Pengadilan Niaga Semarang menggunakan putusan No 12/Pdt.Sus-PKPU/2021/PN.Niaga.SMG secara resmi menetapkan Sritex dalam kasus PKPU dengan total tagihan Rp 12,9 triliun. Permohonan ini diajukan oleh CV Prima Karya ke Pengadilan Niaga Semarang, pada 19 April 2021, dimana menyeret 3 anak usaha Sritex.
Sempat Ajukan Kasasi
Sebagai salah satu perusahaan textile terbesar di Indonesia, Sritex sempat berusaha untuk menyelamatkan diri dari status pailit dengan mengajukan kasasi. Namun upaya Kasasi mereka ditolak oleh Mahkamah Agung (MA), dan sudah mengajukan Peninjauan kembali (PK) sebagai langkah terakhir.
Sebelumnya juga Sritex pernah mengajukan gugatan lain, dalam perkara PKPU terhadap PT Indo Bharat Rayon pasca homologasi mengakhiri kepailitan PKPU. Dalam gugatan tersebut, Sritex meminta Majelis Hakim untuk membatalkan status PT Indo Bharat Rayon sebagai kreditor, namun ditolak oleh MA.
Badai PHK Karyawan Sritex
Hingga saat ini, sudah tercatat sebanyak 10.669 karyawan Sritex Group yang terkena PHK karena penutupan total PT Sritex, serta 3 anak perusahaannya. Badai PHK mulai terjadi sejak Januari 2025, dimana sebanyak 1.065 karyawan dari PT Bitratex Semarang yang diberhentikan dari pekerjaannya.
Pada 26 Februari 2025. sebanyak 8.504 Karyawan dari PT Sritex Sukoharjo, 956 Karyawan dari Priyamuda Boyolali, 40 pekerja Sinar Pantja Jaya Semarang diberhentikan. Badai PHK juga dialami oleh 104 karyawan dari PT Bitratex Semarang yang telah diberhentikan dari pekerjaan mereka.
Tim kurator PT Sri Rejeki Isman Tbk, PT Sinar Pantja Djaja, PT Bitratex Industries, dan PT Primayudha Mandirijaya menyebutkan penyebabnya. Dilansir melalui surat dari tim kurator, disebutkan bahwa seluruh pekerja yang terkena PHK karena perusahaan tersebut sedang dalam kondisi pailit.
kewenangan untuk melakukan PHK ini dilakukan kurator berdasarkan ketentuan Pasal 39 ayat (1) Undang- Undang (UU) No 37 Tahun 2024. dalam UU yang mengatur tentang Kepailitan dan penundaan Kewajiban Pembayaran Hutang, disebutkan pekerja yang bekerja dapat memutuskan hubungan kerja.
Potensi Delisting SRIL
Direktur Penilaian (Dipen) Bursa Efek Indonesia (BEI), I Gede Nyoman Yetna menyebutkan, terkait dengan kasus Sritex, pihaknya masih menunggu perkembangan. Ia secara tidak langsung menyebutkan bahwa akan ada potensi, dimana Sritex akan keluar atau delisting dari perdagangan pasar saham BEI.
“Terkait kasus ini masih kita tunggu dulu temen-temen, kita proses juga dan tentunya masih nunggu perkembangan kasusnya dulu,” ucap Nyoman. Ia bahkan menyebutkan BEI dengan manajemen SRIL sudah melakukan pertemuan, namun terkait dengan hal tersebut, Nyoman tidak memberikan informasi pasti.
“Kalau ada sebuah isu, tentu yang harus kita lakukan itu konfirmasi kepada manajemen, setelah itu kita inquiry melalui keterbukaan informasi. Setelah itu, nanti kita lakukan proses seperti visit, dan kemudian nanti akan kita ambil tindakan apakah di delisting,” ujar Nyoman.
Nyoman menjelaskan, proses delisting emiten itu tidak mudah, karena memerlukan bantuan dari pihak ketiga seperti profesi penunjang pasar modal (PSM). “Untuk delisting kita tentu perlu kerja sama dengan pihak ketiga yang meyakinkan seperti PSM untuk meyakinkan keputusan kita,” jelas Nyoman.
Baca Juga: Fakta-Fakta Danantara yang Diresmikan 24 Februari 2025