Tumpukan uang sitaan

Kejaksaan Agung (Kejagung), berhasil menyita uang sebesar Rp 11,8 triliun dati PT Wilmar Group, terkait kasus dugaan korupsi ekspor CPO. Kejagung memamerkan uang hasil sitaan tersebut dalam konferensi pers, dengan tumpukan uang pecahan Rp 100.000 hampir memenuhi Gedung Kejaksaan Agung.

Tumpukan uang yang dipamerkan oleh Kejagung, di Geedung Kejaksaan Agung pada Selasa (17/6/2025), mencapai tinggi dua meter di beberapa sisi. Seluruh uang yang disita Kejagung akan disimpan oleh tim penyidik ke rekening penampungan Kejagung yang bekerja sama dengan Bank Mandiri.

Saat melakukan penyitaan, Kejagung memastikan untuk mendapatkan izin dari Pengadilan Negeri (PN), Jakarta Pusat, terkait kasus dugaan korupsi ekspor CPO. Karena telah mengembalikan seluruh kerugian negara yang disebabkan oleh PT Wilmar, hakim yang menangani kasus ini sudah menjatuhkan vonis lepas kepada korporasi tersebut.

Setelah mendapatkan vonis bebas, Jaksa Penuntut Umum (JPU) akan melakukan upaya hukum kasasi dari vonis yang telah diberikan oleh hakim. Terkait kasus dugaan korupsi pemberian fasilitas ekspor minyak mentah, JPU menambahkan memori kasasi dengan uang sitaan kepada Mahkamah Agung (MA).

Tanggapan Wilmar Group

Terkait uang yang berhasil di sita oleh Kejagung dari PT Wilmar Group, Manajemen Wilmar International Limited menyatakan bahwa uang tersebut bukan sitaan. Pihak Wilmar Group menjelaskan, bahwa uang tersebut masih dalam penyelidikan dan belum diputuskan sebagai uang sitaan, karena belum menjalani persidangan.

PT Wilmar menyatakan, Kejagung mengajukan dakwaan terkait tindakan yang merugikan negara dan mendapatkan keuntungan yang tidak sah pada April 2024. Dakwaan tersebut meliputi 5 korporasi lain yang merupakan turunan dari PT Wilmar International Limited, yang diduga melakukan tindakan korupsi CPO.

Wilmar Group terjerat kasus tuduhan dari tindakan korupsi yang dilakukan oleh anak cabang Wilmar Group, sejak Juli 2021- Desember 2021. Pada masa itu, Indonesia mengalami kelangkaan pasokan minyak goreng dengan total kerugian yang dialami oleh negara sebesar Rp 12 triliun.

Kejagung dari awal telah menggugat seluruh tindakan yang dilakukan Wilmar Group, dengan menduga adanya tindak pidana korupsi selama periode tersebut. Dugaan yang diajukan oleh Kejaksaan pada saat itu terkait ketentuan ekspor minyak goreng yang sesuai dengan peraturan yang sedang berlaku.

Uang Jaminan

Pameran Uang Sitaan

Uang sebesar Rp 11,8 triliun yang diserahkan oleh Wilmar Group kepada Kejagung adalah bentuk itikad baik dengan memberikan dana jaminan. Terkait kasus ini, Kejaksaan akan berusaha untuk melakukan aju banding putusan Pengadilan Negeri, Jakarta Pusat, kepada Mahkamah Agung Republik Indonesia.

Kejaksaan juga meminta Wilmar Group untuk memberikan kepercayaan penuh kepada sistem peradilan di Indonesia, serta menguatkan keyakinan mereka jika tidak bersalah. Pada Selasa 17 Juni 2025, Kejagung memamerkan uang sitaan sebesar Rp 11.880.351.802.619,00 yang dipercayakan oleh Wilmar Group sebagai uang jaminan

Wilmar menegaskan, uang jaminan tersebut akan menggambarkan sebagian kerugian negara atau yang disebut sebagai keuntungan tidak sah yang diperoleh Wilmar Group. Untuk itu, Wilmar setuju untuk menempatkan uang jaminan dalam jumlah besar atas dugaan tindakan pidana korupsi ekspor CPO yang dituduhkan.

Wilmar Group menegaskan, uang jaminan yang mereka tempatkan akan dikembalikan jika MA memutuskan mereka tidak bersalah, serta bersedia uang tersebut akan disita jika dinyatakan bersalah. Wilmar menyatakan, seluruh tindakan yang mereka lakukan akan dilakukan sesuai dengan itikad baik di pengadilan, tanpa ada niat untuk melanggarnya.

Keputusan MA

Terkait kasus dugaan kasus korupsi CPO, MA memutuskan akan melanjutkan kasus yang diputuskan oleh tiga hakim yang sekarang menjadi tersangka. Ketiga hakim yang menjatuhkan vonis dugaan tindakan korupsi Crude Palm Oil ini adalah Djuyamto, Agam Syarif Baharuddin, serta Ali Muhtarom.

Dalam perkara tersebut melibatkan nama dari perusahaan minyak raksasa Indonesia, diantaranya Permata Hijau Group, Wilmar Group, serta Musim mas Group. Putusan tersebut disampaikan oleh Juru Bicara MA, Yanto, dengan mengatakan putusan vonis lepas sebelumnya akan diadili kembali pada tingkat kasasi.

Dalam sebuah konferensi pers, Yanto menyatakan JPU sudah mengajukan kasasi ke MA yang tentunya akan diproses di tingkat kasasi oleh Majelis Hakim Kasasi. Yanto menyatakan, perkara yang sudah diadili oleh ketiga hakim diduga dilakukan setelah menerima suap dan masih belum berkekuatan hukum Indonesia.

MA memastikan kasus dugaan korupsi pemberian fasilitas ekspor minyak mentah yang menjerat 3 perusahaan raksasa minyak Indonesia masih pada tahap kasasi. Sehingga keputusan yang sudah diberikan oleh ketiga hakim sebelumnya dianggap belum final dan masih akan diadili kembali oleh Mahkamah Agung.

Terima Uang Suap

Ketua Pengadilan Negeri, Muhammad Arif Nuryanta diduga menerima uang suap sebesar Rp 60 miliar, yang akan dibagikan kepada ketiga hakim. Uang tersebut kemudian dibagikan kepada tiga orang hakim yang menanggani kasus ini pada saat itu, untuk mengatur pemberian vonis bebas.

Baca Juga: Panen Kritik Usulan Rumah Subsidi Menciut jadi 18 m2