Baru-baru ini masyarakat Indonesia kembali dihebohkan dengan Joko Widodo atau Jokowi yang melaporkan pelaku penyebar berita palsu ke polisi. Beliau memutuskan untuk melaporkan lima individu ke polisi atas tuduhan ijazah palsu. Langkah ini tentu memicu perdebatan panas di kalangan masyarakat, ada yang pro dan juga kontra.
Namun apakah tudingan yang beredar terkait ijazah palsu mantan presiden ke-7 itu memang benar adanya?, atau malah sebaliknya?. Mari kita bahas lebih detail kasus agar lebih memahami latar belakang masalah tersebut.
Awal Munculnya Tuduhan Ijazah Palsu
Kasus tuduhan ijazah palsu ini sebenarnya telah beredar sejak tahun 2019, di mana saat beliau maju dalam kontestasi pilpres. Bahkan tudingan miring ini terus beredar sampai beliau kembali terpilih menjadi presiden, untuk periode ke dua tahun 2024.
Keaslian dari ijazah S1 mantan presiden yang telah memimpin Indonesia selama 10 tahun diragukan sejumlah pihak. Mengapa demikian?, hal ini dikarenakan Jokowi merupakan lulusan Sekolah Menengah Persiapan Pembangunan (SMPP) tahun 1980 dan kemudian berubah nama menjadi SMAN 6 Surakarta pada tahun 1985.
Namun pada tanggal 30 April 2025, beliau memutuskan untuk melaporkan para tersangka kepada Mapolda Metro Jaya bersama dengan tim hukumnya. Setiidaknya ada 5 nama yang telah dilaporkan kepolisi atas kasus ini dengan sejumlah bukti-bukti pendukung yang memang mengandung tindak pidana. Ini menunjukkan sesabar-sabarnya beliau, ia tetaplah manusia yang memiliki batas kesabaran
Apa Itu Ijazah Palsu dan Mengapa Masalah Ini Begitu Serius?
Ijazah palsu adalah dokumen akademik yang dipalsukan atau dimanipulasi. Tujuan dari pemalsuan ini adalah untuk memberikan kesan bahwa pemiliknya telah menyelesaikan pendidikan di lembaga pendidikan tertentu, padahal kenyataannya tidak demikian.
Pemalsuan ijazah ini bisa dilakukan dengan berbagai cara, mulai dari menggunakan lembaga pendidikan yang tidak terakreditasi, mengubah tanggal kelulusan, hingga memalsukan dokumen administratif seperti transkrip nilai. Masalah ijazah palsu menjadi sangat serius karena ia berkaitan langsung dengan integritas sistem pendidikan, kredibilitas profesionalitas, dan kepercayaan publik terhadap lembaga-lembaga yang berwenang.
Ijazah, sebagai salah satu kualifikasi yang diakui secara legal, berfungsi untuk menilai kemampuan dan kompetensi seseorang. Jika seseorang memalsukan ijazahnya, ia berpotensi menempati posisi yang seharusnya diperuntukkan untuk orang-orang yang benar-benar berkompeten.
Tentu ini sangat merugikan banyak pihak bukan?, apalagi jika posisi yang diduduki memiliki dampak yang luas terhadap masyarakat. Jika seorang pejabat publik atau pemimpin perusahaan terlibat dalam pemalsuan ijazah, maka masalahnya bukan hanya tentang penipuan, tetapi juga soal kepercayaan masyarakat terhadap sistem pemerintahan atau lembaga tersebut.
Langkah Presiden Jokowi: Mengambil Tindakan Tegas
Keputusan Presiden Jokowi untuk melaporkan lima orang ini ke pihak berwenang adalah langkah yang tidak biasa bagi seorang mantan kepala negara. Biasanya, masalah semacam ini bisa diselesaikan dalam lingkup internal atau memberikan klarifikasi terbuka ke media.
Beliau juga menyampaikan bahwa tindakan tegas seperti ini harus diambil agar semuanya menjadi jelas dan gamblang. Sehingga publik bisa menilai mana yang salah dan benar dalam menyampaikan informasi ijazah Jokowi. Beberapa pihak menduga bahwa tindakan ini harus ditempuh untuk menjaga nama baik beliau. Karena masalah yang terlihat sepele ini telah membuat publik resah dan mempertanyakan kebenaran dari masalah ini.
Jokowi Mendatangi Polda Metro Jaya
Pada tanggal 30 April 2025, Jokowi langsung mendatangi Polda Metro Jaya untuk melaporkan kasus ini karena memang tidak bisa diwakilkan. Ia bersama tim hukumnya menunjukkan ijazah asli kepada polisi sebagai pembuktian.
Ijazah tersebut terdiri dari jenjang SD, SMP, SMA, hingga S1 di UGM ( Universitas Gadjah Mada). Tidak hanya itu, Jokowi juga menyertakan bukti video yang berkaitan dengan pelaku penyebar berita hoaks. Setidaknya 5 orang dilaporkan dalam kasus ini, yakni berinisial RS, ES, RS, T, dan K.
Dampak Hukum dari Kasus Ijazah Palsu
Tindak pidana pemalsuan ijazah di Indonesia telah tertuang dalam Kitab UU Hukum Pidana (KUHP). Pasal 263 dan 264 KUHP menyebutkan bahwa memalsukan dokumen yang berkaitan dengan identitas atau kualifikasi seseorang dapat dijerat dengan hukuman penjara yang cukup berat.
Seseorang yang terbukti melakukan pemalsuan ijazah bisa dikenakan pidana penjara hingga enam tahun, tergantung pada dampak yang ditimbulkan. Dalam konteks kasus ini, jika terbukti Jokowi memang menggunakan ijazah palsu untuk mendapatkan jabatan atau keuntungan tertentu, maka ia dapat dijerat dengan pasal-pasal terkait pemalsuan dokumen.
Selain itu, jika terbukti ada unsur penipuan yang lebih besar, seperti penyalahgunaan wewenang atau merugikan negara, hukuman yang lebih berat bisa saja dijatuhkan. Namun sebaliknya, jika 5 tersangka ini yang terbukti bersalah, maka merka akan dijerat dengan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).
Kesimpulan: Pelajaran dari Kasus Ijazah Palsu
Kasus laporan Presiden Jokowi terhadap lima individu yang mencemarkan nama baiknya, menjadi pelajaran penting bagi kita semua untuk lebih bijak dalam membuat atau menyebarkan informasi. Jika informasi yang disampaikan berpotensi merugikan pihak tertentu, maka akan ada konsekuensi yang harus ditanggung.
Meski demikian ada beberapa pihak menganggap langkah yang diambil Jokowi terkesan berlebihan dan tidak elegan, karena langsung melaporkan ibu-ibu yang berinisial T dan K. Namun beberapa pihak mendukung langkah tegas Jokowi, agar memberikan efek jera bagi para pelaku penyebar berita palsu.
Baca Juga : Kecelakaan Maut di Tol Cisumdawu Menewaskan 3 Orang