Kejaksaan Agung (Kejagung), TNI, serta Kapolri menyampaikan tanggapan mereka mengenai pengerahan prajurit TNI untuk menjaga Komplek Kantor Kejagung, serta Kejati. Selain itu, prajurit TNI juga dikerahkan untuk menjaga Kejaksaan Negeri (Kejari) di seluruh Indonesia, hingga menimbulkan polemik di dalam negeri.
Campur tangan anggota TNI ini dinilai akan menguatkan unsur militerisme pada institusi sipil yang bisa membatasi kebebasan kejaksaan dalam mengatur urusan internal. Indonesia Police Watch (IPW) menjelaskan, pengerahan prajurit TNI pada institusi sipil ini sudah melanggar konstitusi, karena seharusnya itu wilayah kerja Polri.
Ketua IPW, Sugeng Teguh Santoso dalam siaran persnya menjelaskan, pengamanan ini sudah melanggar UUD 1945 dan Tap MPR VII/2000. Seperti yang tertera pada Tap MPR VII tahun 2000, menyebutkan peran TNI adalah sebagai aparat pertahanan dan bukan aparat keamanan.
Terkait pengamanan yang dilakukan anggota TNI, Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum), menjelaskan itu adalah nota kesepahaman Memorandum of Understanding (MoU). Ketika MoU nomor NK/6/IV/2023/TNI diteken pada tanggal 6 April 2023, kedua lembaga sudah melakukan koordinasi dengan lembaga terkait.
Respon Kejagung Terkait Pengamanan
Terkait dengan kritikan tersebut, Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Harli Siregar menjelaskan pengerahan personel TNI hanya menjaga aset fisik. Aset fisik yang dimaksud oleh Harli seperti gedung, serta tidak berkaitan dengan tugas-tugas dalam menegakkan hukum yang dilakukan oleh kejaksaan.
Harli memastikan bahwa jaksa akan tetap bekerja secara independen dan masyarakat diminta untuk tidak perlu khawatir dengan adanya intervensi TNI. Anggota TNI yang dikerahkan untuk melakukan penjagaan hanya akan menjaga kawasan yang dinilai masuk kedalam objek vital negara yang strategis.
Dalam jajaran Kejaksaan sendiri, ada yang dinamakan dengan Bidang Pidana Militer yang dibentuk secara khusus untuk menangani kasus yang melibatkan TNI. Karena itulah, pengerahan prajurit TNI ini dinilai sudah sesuai, karena akan mendukung terjalinnya hubungan kerja sama antar kedua lembaga ini.
Dengan terjalinnya kerja sama diantara kedua lembaga tersebut, kejaksaan dalam bidang militer bisa melakukan koordinasi dengan cepat dalam jajaran TNI. Harli secara langsung menyebutkan, jika ada kerja sama antara TNI dengan Jaksa Agung Muda Bidang Pidana Militer Koordinasi bisa dilakukan dengan cepat.
Satu Pleton TNI Dikerahkan
Menanggapi surat telegram yang disampaikan oleh Jenderal Agus Subiyanto, Kapuspenkum Kejagung, membenarkan adanya proses pengerahan prajurit TNI untuk melakukan pengamanan pada Kejaksaan Tinggi (Kejati). Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD), menjajarkan pasukan yang dikerahkan sebanyak Satuan Setingkat Pleton (SST) atau 30 personel yang di tugaskan.
Tanggapan Kapolri
Kapolri, Jenderal Listyo Sigit Prabowo memberikan pendapatnya tentang pengerahan prajurit dalam menjaga Kejati, Kejarim dan termasuk komplek kantor Kejagung. Ia menanggapi secara singkat, dengan menyebutkan kerja sama ini menunjukkan adanya sinegitas yang baik antara TNI dan Polri dalam melakukan pengamanan.
Sigit menyampaikan tanggapannya, setelah Panglima TNI, Jenderal Agus Subiyanto menyampaikan perintah untuk memberikan bantuan keamanan terhadap kejaksaan di seluruh Indonesia. Ia juga menjelaskan bahwa perintah itu sudah tertuang pada Telegram Panglima TNI No TR/442/2025, pada tanggal 6 Mei 2025.
Pada telegram tersebut, Panglima TNI akan memberikan bantuan personel dan alat perlengkapan untuk mendukung pengamanan pada kejaksaan di seluruh Indonesia. Meski begitu, pengamanan ini termasuk dalam pelanggaran aturan dan bisa menganggu hubungan antara lembaga negara, pembagian kekuasaan, serta mekanisme pemerintahan.
Menhum Supratman memberikan tanggapan yang sama dengan Sigit, dimana ia meyakini kerja sama antara Polri dan TNI sudah semakin kuat. Ia pun menegaskan tugas dan fungsi yang berkaitan dengan penjagaan menjadi lebih jelas, setelah pihak TNI dan Polri bekerja sama.
Kritik Sipil Terkait Pengerahan TNI di Kejaksaan
Menanggapi telegram Panglima TNI, Koalisi Masyarakat Sipil dalam Reformasi Sektor Keamanan mengkritik isi dari telegram tersebut, karena sudah melanggar konstitusi. Direktur Amnesty International Indonesia, Usman Hamid menjelaskan bahwa TNI seharusnya hanya mengurusi pertahanan nasional dan bukan ikut campur dalam penjagaan di kantor kejaksaan.
Ia juga menilai pengerahan tentara seperti ini hanya akan menunjukkan intervensi militer di ranah sipil terutama di wilayah penegakan hukum. TNI tidak seharusnya ikut campur dalam ranah penegakan hukum yang dilakukan oleh instansi sipil dan harus berfokus pada pertahanan negara.
Hamid juga menjelaskan, hingga saat ini masih belum ada regulasi yang jelas mengenai bantuan yang disepakati oleh TNI dengan Kejaksaan. Regulasi yang dimaksud selain Operasi Militer Selain Perang (OMSP), sehingga kerja sama ini bisa dibilang tidak berdasarkan hukum yang kuat.
MoU yang secara terang-terangan disampaikan oleh Panglima TNI itu secara nyata sudah bertentangan dengan Undang-Undang yang mengatur TNI itu sendiri. Karena kerangka kerja sama bilateral yang tidak memiliki dasar hukum, TNI tidak memiliki alasan untuk mengerahkan pasukan ke Gedung Kejaksaan.
Baca Juga: Pemusnahan Amunisi Di Garut Berujung Petaka: 13 Orang Tewas